Ketua Umum INSA Jelaskan Energi Terbarukan Bagi Masa Depan Maritim Indonesia
Senin, 18 Maret 2024, 18:00 WIBBISNISNEWS.id - Terkait green shipping, Indonesian National Shipowners' Association atau INSA saat ini menjadi satu - satunya assosiasi pemilik kapal di Indonesia yang hingga kini konsen mendorong dan mendukung penuh terwujudnya pelayaran ramah lingkungan.
Komitmen yang terus digaungkan INSA bukan saja pada kancah nasional tapi juga internasional dengan mendorong ketersediaan alternatif energi bahan bakar ramah lingkungan bagi kapal.
Di kancah regional, komitmen green shipping itu juga telah disampaikan langsung oleh Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, yang juga Ketua Umum FASA (Federation ASEAN Shipowners Association) ini pada konfrensi Asia Pasific Maritime (APM) 2024 di Singapura, yang telah berlangsung Rabu 13 Maret 2024 lalu.
APM 2024 merupakan ajang pameran dan konferensi penting di Asia yang menampilkan industri pelayaran, seperti layanan dan solusi, teknologi, peralatan kapal dan banyak lagi, dimana INSA berperan di dalamnya.
INSA sendiri telah berperan pada kegiatan APM sejak 2016. Pada ajang pameran yang telah berlangsung selama tiga hari di Singapura tersebut, Carmelita didampingi para struktur pengurus di tingkat dewan pimpinan pusat dengan membuka booth yang dihadiri sejumlah pelaku usaha dan pejabat serta atase Kementerian Perhubungan.
Carmelita mengatakan, salah satu pembahasan menarik di pelayaran saat ini menyangkut green shipping, yang mana salah satunya terkait energi terbarukan sebagai alternatif penggunaan bahan bakar kapal.
“Industri pelayaran Indonesia tengah menuju green shipping dengan pengembangan energi terbarukan sebagai alternatif bahan bakar kapal. Hanya saja kita masih harus terus berbenah, karena tantangannya juga cukup banyak,” kata Carmelita.
Selain bahan bakar fosil, kata Carmelita, sektor pelayaran sebenarnya memiliki beberapa alternatif bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Sebut saja seperti biodiesel, LNG, amonia, metanol, hidrogen, nuklir dan listrik.
Masing-masing sumber energi ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, baik dari segi keamanan dan risiko lingkungan, ketersediaan, infrastruktur bunkering, storage di dalam kapal, hingga kesiapan teknologi.
Dari beberapa alternatif bahan bakar tersebut, jenis bio diesel, LNG dan listrik yang kesiapan dan ketersedian teknologinya paling mungkin tercapai untuk digunakan sebagai bahan bakar kapal saat ini, terutama di Indonesia.
Pemerintah sendiri telah mewajibkan penggunaan biodiesel untuk kapal laut dengan kandungan fame hingga 40 persen (B40).
Biodiesel memiliki keunggulan karena ketersediaan stok yang lebih banyak dengan infrastruktur penunjang yang lebih berkembang.
“Tapi harganya lebih mahal, dan meningkatkan biaya perawatan karena membuat kapal lebih sering melakukan penggantian filter sebab penggunaan B40.”
Sementara itu, bahan bakar LNG menjadi salah satu bahan bakar alternatif kapal masa depan yang dapat mereduksi gas rumah kaca hingga 23 persen , dibandingkan bahan bakar berbasis minyak saat ini.
Meski masih menghadapi sejumlah tantangan, layanan bunkering LNG juga terus dikembangkan oleh PGN (Perusahaan Gas Negara).
Terminal Bunkering LNG direncanakan berada di Arun dan Bontang, sedangkan LNG Bunkering kapal berpotensi dikembangkan di Batam, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan beberapa pelabuhan lainnya.
Carmelita menambahkan, saat ini sudah ada pilot project kapal penunjang kegiatan lepas pantai milik pelayaran nasional yang menggunakan dual fuel (bahan bakar minyak dan LNG), dengan lokasi kerja di Mahakam dengan mengisi bahan bakarnya di PHM (Pertamina Hulu Mahakam).
Sementara itu, pilot project pada kapal berbahan bakar listrik juga telah dimulai di Surabaya, Jawa Timur oleh kapal milik pemerintah. Kesuksesan pilot project ini akan dikembangkan di IKN (Ibu Kota Nusantara) Kalimantan Timur.
Ketua Umum FASA ini menuturkan, Indonesia dapat mengacu pada beberapa negara yang lebih dulu dan lebih maju dalam pengembangan kapal bertenaga listrik ramah lingkungan.
Beberapa negara tersebut seperti, Denmark, dan Selandia Baru. Bahkan Norwegia saat ini sedang mengembangkan bahan bakar energy hydrogen dan ammonia, untuk mencapai ambisi mereka menjadikan negara dengan zero-emission di tahun 2030.
"INSA berkomitmen ikut serta mewujudkan green shipping di Indonesia, namun kami juga membutuhkan dukungan dan kerjasama dari sisi teknologi maupun pendanaan untuk riset dan pengembangan industri pelayaran ramah lingkungan masa mendatang," jelas Carmelita.
(*/Syam)