Lama Menghilang, Rencana Re-Denomisasi Rupiah Balik Lagi
Selasa, 20 Desember 2016, 02:53 WIBBisnisnews.id - Bank Indonesia berencana menghidupkan kembali re-denominasi rupiah meskipun ancaman kenaikan suku bunga AS mengintai.
" Re-denominasi harus dilakukan saat perekonomian stabil. Hal itu bisa kita lakukan saat ini. Nilai tukar yang bergejolak tidak memiliki banyak dampak. Yang penting ekonomi harus stabil, "kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara di Jakarta, Senin (18/12).
Bank Indonesia kembali mengusulkan pemotongan tiga nol dari Rupiah untuk menyederhanakan pembayaran. Skema yang sama pernah diusulkan empat tahun lalu namun tidak jadi dijalankan karena Bank sentral AS, The Fed mengumumkan stimulus penarikan yang akhirnya memicu pengusiran aset negara berkembang, termasuk penjualan Rupiah.
Pasar keuangan terguncang lagi setelah Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS. Rupiah langsung tenggelam ke level dua bulan terendah di 9 November. Senin siang, pk 14.30, Rupiah melambung 1,3 persen terhadap dolar, mencapai Rp13,383.
" Ekonomi dan rupiah sebenarnya cukup baik terlepas dari kemenangan Trump. Dengan penghapusan subsidi BBM, tidak ada alasan untuk lonjakan inflasi dan mata uang seperti masa lalu, " kata Tim Condon, kepala riset Asia di ING Groep NV, Singapura.
Bank Indonesia mengatakan pengurangan tiga nol tidak akan mengurangi daya beli dan votalitas Rupiah serta berdampak minimal bagi harga. Indonesia telah menekan laju inflasi di bawah 5 persen selama lebih dari satu tahun.
" Re-denominasi adalah masalah penyederhanaan saja," kata Adityaswara.
Presiden Indonesia Joko Widodo dalam kesempatan yang sama, menyatakan keinginannya agar DPR mempertimbangkan rencana re-denominasi Rupiah untuk tahun depan.
Presiden Jokowi mengusulkan masa transisi selama 7 tahun guna menghindari gangguan konsumen, seperti yang terjadi baru-baru ini di India dan Venezuela.
" Rencana ini bisa memakan biaya tinggi jika kita melakukannya secara tiba-tiba. Jadi kita perlu masa transisi untuk sektor perbankan dan sistem keuangan," kata David Sumual, kepala ekonom di PT Bank Central Asia di Jakarta. " Syarat untuk jenis kebijakan ini ekonomi harus stabil, artinya inflasi stabil dan Rupiah juga." (marloft/syam)