Laptop Di Bagasi Tercatat Potensi Timbulkan Ledakan
Jumat, 20 Oktober 2017, 08:28 WIBBisnisnews.id - Pemerintah AS mendesak komunitas penerbangan dunia untuk melarang perangkat elektronik pribadi dan besar seperti laptop dari bagasi kabin karena potensi kebakaran yang dahsyat.
Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mengatakan dalam sebuah makalah yang diajukan baru-baru ini pada PBB bahwa tesnya menunjukkan bahwa ketika baterai lithium-ion laptop terlalu dekat dengan semprotan aerosol, hal itu dapat menyebabkan ledakan yang mampu menon-aktifkan sistem penanggulangan kebakaran pesawat terbang. Api bisa mengamuk tanpa terdeteksi menyebabkan hilangnya pesawat terbang, kata makalah tersebut.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menetapkan standar keselamatan penerbangan global, walaupun negara-negara anggota masih harus meratifikasinya. Larangan yang diusulkan tersebut masuk dalam agenda pertemuan panel ICAO mengenai barang-barang berbahaya (Dangerous Goods) yang diadakan minggu ini dan minggu depan di Montreal.
FAA telah melakukan 10 tes melibatkan laptop berkapasitas penuh yang dikemas dalam sebuah koper. Pemanas ditempatkan di atas baterai laptop untuk memaksanya masuk ke "pelarian termal", suatu kondisi di mana suhu baterai terus meningkat.
Dalam satu tes, sekaleng aerosol 8 ons dari sampo kering yang diizinkan di bagasi tercatat diikat ke laptop. Ada api dan aerosol bisa meledak dalam waktu 40 detik.
Tes tersebut menunjukkan bahwa karena pesatnya perkembangan api, sistem penanggulangan kebakaran gas Halon yang digunakan di kompartemen kargo udara tidak akan mampu memadamkan api sebelum terjadi ledakan, kata FAA dikutip dari AFP.
Ledakan itu mungkin tidak cukup kuat untuk secara struktural merusak pesawat, tapi bisa merusak kompartemen kargo dan tidak ada yang bisa mencegah penyebaran api.
Tes baterai laptop yang dikemas dengan barang-barang berpotensi berbahaya yang diizinkan di bagasi tercatat seperti penghapus cat kuku, pembersih tangan dan alkohol gosok juga mengakibatkan kebakaran besar, meski tidak ada ledakan.
Akibatnya, makalah tersebut merekomendasikan agar penumpang tidak diijinkan mengemas perangkat elektronik berukuran besar kecuali jika ada persetujuan khusus dari maskapai.
Makalah tersebut mengatakan European Safety Agency, mitra FAA di Eropa; Airbus, salah satu pembuat pesawat penumpang terbesar di dunia; Federasi Penerbangan Internasional, dan Dewan Koordinasi Internasional Asosiasi Industri Aerospace, yang mewakili pembuat pesawat terbang, menyetujui rekomendasi tersebut.
Makalah ini tidak membahas apakah larangan tersebut harus diperluas ke penerbangan domestik, namun menunjukkan bahwa bagasi yang berisi perangkat elektronik besar dapat ditransfer dari satu penerbangan ke penerbangan lain tanpa sepengetahuan maskapai ini.
FAA mengatakan pihaknya yakin sebagian besar perangkat yang lebih besar dari smartphone sudah dibawa oleh penumpang ke dalam kabin, bukan dimasukkan ke dalam tas yang diperiksa.
Sejak 2006, tiga jet kargo telah hancur dan empat pilot tewas akibat kebakaran dalam penerbangan yang menurut para penyelidik dimulai dengan baterai. (marloft)