Menhub Optimalkan Jembatan Timbang dan Kapal Ro-ro
Kamis, 26 Oktober 2017, 16:30 WIB
Bisnisnews.id - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, untuk menekan biaya logistik, operasional seluruh jembatan timbang dan kapal kapal Ro-Ro perlu dioptimalkan.
"Jembatan timbang dan kapal ro-ro harus dioptimalkan, sehingga biaya logistik bisa ditekan," jelas menhub Budi, Kamis (26/10/2017).
Menurut Menhub dengan mengoptimalkan fungsi jembatan timbang, maka truk akan lebih tertib dan jalan akan terawat.
"Dengan berfungsinya jembatan timbang dengan baik, maka kita akan me-manage lalu lintas, akan merawat jalan, akan menertibkan angkutan truk yang muatannya berlebih," ujar Menhub.
Agar peran dari jembatan timbang ini dapat optimal, Menhub menjelaskan beberapa hal yang telah dilakukan oleh Pemerintah.
"Jembatan timbang tahun lalu sudah diserahkan pengelolaannya kepada kita (Pemerintah Pusat) dan tahun ini sudah kita lelang. Beberapa jembatan timbang juga harus kita perbaiki untuk meningkatkan pelayanannya. Nantinya, jembatan timbang ini akan dikelola secara profesional oleh swasta," jelas Menhub.
Sekarang ini isu yang terjadi adalah truk-truk yang melintas Jakarta-Surabaya sebanyak 12 ribu uni. " Ini overloaded, terlalu berat. Kalau terlalu berat, maka akan menyebabkan kondisi jalan yang cepat rusak dan kemacetan. Katakan ada truk harusnya angkut 15 ton, tapi dia angkut 30 ton, dia minta bayaran relatif murah tapi nanti jalan jadi rusak," jelas Menhub.
Terkait biaya logistik, Para pelaku usah meminta pemerintah membentuk badan independen yang berfungsi mengawasi distribusi barang dan jasa untuk menekan biaya logistik dari 23,5 persen ke 19 persen. Selain itu juga diusulkan, masalah ini dimasukan dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR), sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut berperan melakukan pemeriksaan.
Usulan tersebut disampaikan Ketua Bidang Kemaritiman Assosiasiasi Profesor dan Doktor Hukum Indonesia, Ahmad Ridwan dalam dialog terbuka di Hotel Grand Alia Cikini Jakarta, Kamis (26/10/2017).
Alasannya, bebagai upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini, mulai dari paket ekonomi I sampai XVI belum mampu menurunkan biaya logistik secara signifikan. Dimana pemerintah mantargetkan, ada penurunan biaya logistik 19 persen, namun kenyataannya tetap berada pada posisi 24 persen.
Kata Ridwan, perlu ada pembahasan mendalam, untuk mengetahui penyebab utama masih tingginya biaya logistik di Indonesia. Padahal pemerintah telah membuat beragam terobosan, termasuk menekan waktu tunggu barang di pelabuhan atau dwelling time dari tujuh hari menjadi 2,5 hari.
"Dwelling time di pelabuhan sudah turun, tapi biaya logistik tidak turun seperti yang diharapkan. makanya, kami mengusulkan, perlu ada pengawasan yang lebih mendalam terhadap swasta, termasuk juga memasukannya ke UU Tipikor, sehingga KPK bisa terlibat mengawasi pihak swasta yang berlaku curang, " jelasnya.
Ridwan yang juga pelaku usaha di pelabuhan mengakui, selama ini swasta tidak tersentuh pengawasan. Dia mengilustrasikan soal tender angkutan, tidak pernah dilakukan secara terbuka, sehigga penentuan biaya angkut dilakukan secara sepihak dan yang akhirnya menanggung beban adalah konsumen atau masyarakat.
"Ketika pemerintah berharap penurunan dwelling time itu diikuti dengan penurunan biaya logistik, ternyata, perkiraan itu meleset. Ada apa ini ?" jelasnya.
(Syam S)