Mulai 24 Desember, Kapal Dibawah 5000 GT Harus Menyingkir Dari Merak
Rabu, 07 November 2018, 19:27 WIBBisnisnews.id - Mulai 24 Desember 2018, kapal-kapal di bawah 5.000 GT dilarang beroperasi diperlintasan penyeberangan Merak - Bakauheuni.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Budi Setiyadi mengatakan, ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 88 tahun 2014 tentang Pengaturan Ukuran Kapal Angkutan Penyeberangan di Lintas Merak-Bakauheni.
Operator kapal di lintasan penyeberangan Merak -Bakauheuni, kata Dirjen Budi, telah diberikan kesempatan melakukan penyesuaian armadanya sejak 2014. Dalam kurun waktu empat tahun, sudah sangat cukup dan tidak ada alasan bagi operator kapal.
"Sudah empat tahun, harusnya ya sudah siap," kata Dirjen Budi, Rabu (7/11/2018) di Jakarta.
Dikatakan, implementasi PM 8/2014 ini? Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan melalui jalan tol Trans Sumatera dan jalan Tol Merak (Jawa).
Diantaranya melakukan pengaturan kapal yang beroperasi, meningkatkan kapasitas dermaga eksisting dan membangun dermaga baru, serta meningkatkan kualitas layanan angkutan penyeberangan.
“Toleransi yang diberikan oleh PM 88 ini agar para operator untuk membangun kapal baru. Kapal di bawah 5000 GT, dialihkan ke lintasan lain.
Dalam PM 88 tahun 2014 ini salah satunya berbunyi bahwa kapal yang melayani di lintas Merak-Bakauheni harus berukuran minimal 5.000 Gross Tonnage (GT). Dalam PM 88 tersebut juga Pemerintah memberi kesempatan usaha bagi operator untuk melakukan investasi atau peremajaan kapal serta mengawasi secara berkesinambungan terhadap pemenuhan standar pelayanan minimal melalui Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD).
"Setelah kita lakukan kajian pada 2014, ternyata kapal yang di bawah 5.000 GT muatnya penumpang dan kendaran tidak terlalu banyak, namun waktu tunggu naik kendaraan dan waktu berlayarnya sama dengan yang di atas 5000 GT,” kata Dirjen Budi saat menjelaskan kondisi di lintas Merak-Bakauheni yang jenis kapalnya terbagi 2, bervolume di bawah 5.000 GT dan di atas 5.000 GT.
Pada 2014, jumlah kapal yang beroperasi ada 52 unit . Terdiri dari 22 unit berukuran di atas 5.000 GT dan 30 unit berukuran di bawah 5.000 GT. Yang 30 kapal ini yang harus ditingkatkan dan diperbaiki atau diganti kapal baru.
"Tapi kalau masuk operator baru atau operator lama tidak bisa karena kita sudah moratorium sejak 2014. Kalaupun ada yang baru ya untuk mengganti yang lama," jelas Dirjen Budi.
Hingga saat ini jumlah kapal yang mengalami peningkatan kapasitas sebanyak 21 unit, penambahan kapal baru sebanyak 25 unit, serta jumlah kapal yang direncanakan keluar sebanyak 9 unit, sehingga total kapal yang beroperasi di atas 5.000 GT per tanggal 24 Desember 2018 sebanyak 68 unit.
Dirjen Budi berharap 68 unit ini sejalan dengan pembangunan infrastruktur di 2019 dengan adanya jalan tol Lampung-Palembang serta sesuai dengan permintaan yang ada.
Sementara itu, PT. ASDP Indonesia Ferry melalui La Mane selaku Direktur Teknik dan Operasional menyatakan dukungan pihaknya terhadap kebijakan ini.
“ASDP mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah. Beberapa dermaga di Merak dan Bakauheni akan ditingkatkan kapasitasnya. Kami juga lakukan penguatan dermaga bahkan kami antisipasi kapal sampai dengan 10.000 GT,” kata La Mane.
Tidak hanya itu, La Mane juga menjelaskan bahwa PT. ASDP Indonesia Ferry tengah menyiapkan dermaga eksekutif dan diharapkan telah rampung pada pertengahan Desember 2018.
"Kalau dilihat, kita masih oversupply, jadi masih aman. Tetapi perlu dipikirkan untuk peak hour dan peak season dengan lintasan kapal dari Jawa ke Sumatera," pungkas Dirjen Budi. (Syam S)