Penyanderaan Sekelompok Preman, MV. Neha Rugi Ratusan Ribu Dolar AS
Rabu, 20 Desember 2017, 19:52 WIBBisnisnews.id - MV. Neha klaim mengalami kerugian lebih dari 500 ribu dolar AS selama tiga bulan penahanan kapal oleh sekelompok preman di Pelabuhan Batam.
Direktur Operasi Bulk Black sea Inc, selaku pemilik MV. Neha, Raef S. Din menegaskan, sekelompok preman itu tiba-tiba menghadang kapal yang siap berlayar dan telah mengantongi Surat Persetujuan Berlayar (SPB) Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Batam.
"Sangat mengerikan, saat kapal kami bergerak mereka dengan menggunakan speed boad datang menghadang kami dan naik ke atas kapal, seperti layaknya perompak," kata Raef, kepada awak media, Rabu (20/12/2017) di Jakarta.
Didampingi kuasa hukumnya, Chandra Motik dari kantor hukum Chandra Motik Yusuf & Associates dan Patrikh perwakilan agen kapal, pada awal media Raef berharap, setelah adanya perintah berlayar dan perlindungan dari Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, tidak ada lagi penjegalan.
Namun, yang sangat mengherankan, kata Raef, ketika segerombolan preman itu datang menahan kapal MV.Neha, tidak ada satu pun petugas keamanan, baik dari kepolisian maupun angkatan laut untuk melakukan pengamanan.
"Kapal kami sudah tiga bulan tertahan. Biaya per hari sebesar 6.000 dolar," jelasnya.
Chandra Motik menambahkan, sejauh ini belum diketahui motif dibalik penahanan oleh sekelompok preman. Mereka hanya mengatakan, kapal itu sudah menjadi sitaan.
Masalah penahanan oleh sekelompok preman ini, unkap Chandra, sudah diluar koridor hukum dan telah dilaporkan kepada pihak kepolisian setempat, termasuk ke TNI AL.
"Entah kenapa, tidak ada satu aparat keamanan pun yang berani mengusir mereka dari kapal," jelas Chandra.
Tindakan premanisme, seperti dialami MV. Neha, lanjut Chandra, bukan yang pertama. Dua peristiwa sebelumnya juga pernah terjadi dan kapal itu langsung dipotong-potong di laut.
"Apa seperti ini negara hukum. Sudah jelas dalam putusan pengadilan, MV Neha tidak bersalah dan boleh kembali berlayar. Bahkan sudah mengantongi SPB, tapi tetap saja ditahan," jelasnya.
Terkait penahanan kapal secara sepihak oleh sekelompok preman yang diduga dibekingi orang kuat itu, telah dilaporkan kepada Menteri Perhubungan dan Presiden Joko Widodo.
"Kita ini negara maritim, anggota Dewan IMO, kok tindakannya seperti ini, Sangat memalukan. Saya berharap, peristiwa memalukan seperti ini tidak terulang," jelas Chandra.
Penghalangan keberangkatan kapal oleh sekelompok orang tak dikenal, sangat mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia. "Bagaimana mungkin kita bisa dipercaya menjadi negara maritim, kalau kelakuannya seperti ini. Ada sekelompok preman menahan kapal yang bukan kewenangannya kok aparat diam saja," tutur Chandra.
Chandra juga menjelaskan, kalau alasan penahanan oleh sekelompok preman, bahwa kapal itu adalah sitaan, sudah sangat menyimpang. "Tidak ada putusan pengadilan yang memerintahkan kapal itu ditahan sebagai sitaan. Status boleh sitaan, tapi tidak bisa ditahan selama tidak ada putusan pengadilan,"tegas Chandra.
Terlebih lagi, penahanan dilakukan oleh sekelompok preman yang bukan menjadi kewenangannya. "Kalau aparat diam saja, peristiwa sepeti ini bakal kembalilah terulang. Kalau sudah seperti ini, apa kita bisa dipercaya dunia internasional," tambahnya.
Terkait penahanan kapal oleh sekelompok preman di Batam, Direktur Perhubungan Laut Kemenhub, Agus Rahman. Purnomo memerintahkan, seluruh aparat penegak hukum untuk melibas sekelompok oknum yang menghalang-halangi pelayaran.
Aparat penegak hukum diminta bersikap tegas, kapal yang sudah mendapatkan SPB, tidak boleh dihalang-halangi. "Aksi itu itu terjadi akibat kasus perdata dan sudah dimenangkan," jelas Agus. (Syam S)