Perairan Indonesia Didominasi Kapal Tua, Ditjen Hubla Fokus Penegakan Hukum
Kamis, 19 Juni 2025, 15:33 WIB
BISNISNEWS.id - Armada laut nasional sebagian besar masuk kategori lanjut usia, karena minim sekali perusahaan pelayaran nasional membangun kapal baru dan rata-rata yang dibeli adalah kapal bekas dari luar negeri.
Impor kapal bekas itu lebih menarik ketimbang membangun kapal baru di dalam negeri akibat rendahnya keberpihakan pemerintah dan perbankan nasional terhadap industri pelayaran nasional.
Alasan mendasar adalah suku bunga tinggi, masa pengembalian pinjaman pendek, beban pajak tinggi, komponen suku cadang melangit karena sebagian besar impor.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, armada laut usia di atas 40 tahun sangat dominan atau sekitar 7.709 unit.
Kapal usia 0 - 40 tahun tercatat 98 ribu unit, kapal usia di bawah 10 tahun 27 ribu unit dan usia di bawah lima tahun hanya 9.359 unit.
Tidak mengherankan bila, Indonesia sebagai negara maritim hanya menjadi rumah bagi kapal-kapal bekas dari negara-negara industri. Sebut saja seperti Jepang, Korea, China dan Jerman.
Kondisi itu juga diakui Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan M
Masyhud. Dia berharap, para pemulik kapal merawatnya sesuai prosedur sehingga kapal tersebut laik laut.
" Perawatan kapal kan jelas. Misalnya, untuk kapal penumpang, setiap tahun wajib doking, jadwalnya jelas," kata Dirjen Masyhud, dalam bicang santai dengan awak media, Rabu (18/6/2025) di kantornya.
Dikatakan, yang terpenting sekarang ini adalah merawat kapal yang ada sesuai prosedur, secara disiplin. " Kalau sudah waktunya masuk dok ya wajib dilaksanakan, jangan ditunda," jelasnya
Penegakan Hukum
Agar para pemilik kapal penumpang dan angkutan barang mengikuti prosedur perawatan, perlu dilakukan pengawasan dan penegakan hukum.
Sesuai amanah UU Nomor 66/2024 hasil revisi UU 17 / 2008 tentang pelayaran, pengawasan pelayaran oleh Kementerian Perhububgan wajib ditingkatkan, sesuai pasal 276, pengganti pasal 279 dan 280.
Pasal 276 UU Nonor 66/2024 berbunyi: " Untuk menjamin terselenggaranya pelayaran, menteri melaksanakan tugas pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang Pelayaran".
Kemenhub melalui Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai ( KPLP ) atau sekarang berubah menjadi Pengawasan Laut dan Pelayaran (PLP) adalah satu - satunya lembaga yang bertugas melakukan pengawasan, termasuk memberhentikan dan memeriksa kapal.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Lolan Andy Sutomo Panjaitan mengakui, UU Nomor 66/2024 hasil revisi UU 17/2008 lebih fokus kepada pengawasan dan penegakan hukum
Mengacu pada amanah Pasal 276 UU Nomor 66/2024, mengisyaratkan tertutupnya ruang bagi lembaga lain dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelayaran, kecuali ada peristiwa hukum lain terkait kriminal. Misalnya kasus pembunuhan, narkoba dan itupun harus koordinasi dengan PLP dalam menghentikan dan memeriksa kapal.
Direktur Pengawasan Laut dan Pantai (PLP) Capt. Hendri Ginting menambahkan, dalam pengawasan penegakan hukum di laut, saat ini sedang disiapkan sumber daya manusia (SDM) yang handal sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang menjadi kepanjangan tangan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam penegakan hukum.
" Para PPNS ini, setelah menyelesaikan pendidikan dalam penegakan hukum, ditempatkan di seluruh pelabuhan di Indonesia," kata Hendri.
Saat ini, terdapat 144 pelabuhan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang pengawasannya menjadi tanggungjawab penuh PLP, dengan lima pangkalan PLP di Tanjung Priok, Tanjung Uban, Tanjung Perak, Bitung, dan Tual.
Fungsi pengawasan seperti tertera di pasal 276 UU Nomor 66/2024, menempatkan Menteri Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Laut yang dilaksanakan PLP benar-benar disiapkan sebagai penguasa tunggal dalam bidang pengawasan dan penegakan hukum pelayaran.
Berikut ini fungsi pengawasan seperti diamanahkan pasal 276 UU Nomor 66/2024, yakni:
a. Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan di bidang Keselamatan dan Keamanan Pelayaran;
b. Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan di bidang Angkutan di Perairan;
c. Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan di bidang Kepelabuhanan;
d. Pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan maritim;
e. Pengawasan dan penertiban kegiatan Salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut yang berkaitan dengan aktivitas Keselamatan dan Keamanan Pelayaran;
f. Mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut; dan
g. Mendukung pelaksanaan kegiatan penegakan hukum di laut oleh instansi lain yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Syam)