Produsen Hulu Gas Nasional Dikuasai Asing
Kamis, 03 Oktober 2019, 08:15 WIBBisnisNews.id -- Pasca pembentukan holding BUMN Gas, PGN memang dapat memperoleh bahan baku gas sendiri dari Pertamina, dan PGN membawahi Pertamina Gas (Pertagas). "Namun, sebagian besar migas masih dibeli dari kotraktor migas swasta dan kontraktor migas asing," kata pengamat energi Salamudin Daeng di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, lanjut dia, bahwa produksi hulu gas nasional sebagian besar masih di tangan perusahaan asing. "Masing masing perusahaan swasta dan asing tersebut dan produksinya cukup signifikan, bahkan melebihi produksi gas PT Pertamina," sebut @salamudin daeng lagi.
Dikatakan Daeng, para kontraktor asing produksen gas di Indonesia itu antara lain, BP Berau 16.87%, ConocoPhillips (Grissik) 13.17%, Eni Muara Bakau 10.45%, JOB Medco-Pertamina Tomori Sulawesi 4.61%, Premier Oil Indonesia 3.50%, PetroChina International Jabung 2.77%, Kangean Energy Indonesia 2.65%, Medco E&P Natuna 2.54%, dan swasta serta asing lainnya memproduksi 17.64%. (PwC Analysis 2019).
Baca Juga
Meskipun PT Pertamina telah mengambil alih Blok Mahakam, papar Daeng, namun itu hanya mampu meningkatkan penguasaan hulu gas oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Pertamina dari EP 12.76% menjadi 25,8% (Pertamina Hulu Mahakam memproduksi 13.04% Gas nasional).
"Peningkatan penguasaan hulu (migas) belum secara significant melepaskan ketergantungan pasokan gas nasional dari perusahaan asing," tukas Daeng.
Sementara, konsunsi gas dalam negeri trennya terus naik. Banyak industri terutama PLN menggunakan gas. Bahkan, untuk sektor otomotif mulai ada pergesean dari BBM ke BBG. Sementara, gas konsumsi rumah tangga sejak konversi BBM ke BBG beberapa tahun terakhir, kebutuhan gas nasional terus meningkat.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dinyatakan bahwa sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata tetapi sebagai modal pembangunan nasional.
Sumber daya energi ditujukan untuk modal pembangunan guna sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan cara mengoptimalkan pemanfaatannya bagi pembangunan ekonomi nasional.
Neraca Perdagangan Defisit
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengatakan neraca dagang Indonesia mengalami defisit pada Juli 2019 sebesar US$60 juta lantaran impor migas masih tinggi, tak sebanding dengan ekspor sehingga menyebabkan defisit.
Pada tahun 2003, ekspor gas mencapai 4.397 BBTUD dan penggunaan gas untuk domestik hanya sekitar 1.480 BBTUD. Sejak tahun 2005, pasokan domestik terus meningkat seiring bertumbuhnya industri Indonesia. Kita membangun pipa Belawan, menyetop PLN membeli pembangkit listrik berbahan bakar BBM dan harus menggunakan gas.
Ada beberapa pabrik petrokimia baru dan perpanjangan kuota gas untuk pabrik pupuk serta pembangunan jaringan gas untuk rumah tangga. LNG juga diserap PLN lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Karena itu kebutuhan gas domestik kita meningkat.(helmi)