Rupiah Terus Terjerembab Mendekati 14.700 per Dolar AS
Senin, 03 September 2018, 10:44 WIBBisnisnews.id - Kurs Rupiah pada Senin pagi (3 /9/2018) belum banyak perubahan dari sejak penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Transaksi antar bank di Jakarta Rupiah masih berada pada level 14.689 per dolar AS.
Kekhawatiran banyak pihak, terutama pelaku pasar telah mendekati kenyataan. Importir mulai tiarap, karena nilai transaksi perdagangan berpengaruh besar terhadap kurs dolar AS terutama untuk barang-barang impor.
Perlu ada langkah konkret pemerintah dalam menyikapi melambungnya nilai tukar dolar terhadap Rupiah. Pemerintah perlu membangun kebijakan yang dapat menggiring keyakinan pelaku pasar untuk tidak mencari pengaman bisnisnya ke mata uang asing.
Akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura, Pontianak, Prof Dr Eddy Suratman SE MA, di Pontianak, Kalimantan Barat, seperti dilansir Antaranews menyebutkan, pemerintah harus segera merealisasikan kebijakan fiskal, khususnya di bidang impor, yang telah diumumkannya untuk menahan pelemahan rupiah yang telah menyentuh di atas kurs Rp14.600 per dolar AS.
Kebijakan fiskal yang dijanjikan dan belum direalisasikan pemerintah ialah menaikan tarif pajak impor, karena saat ini neraca perdagangan Indonesia defisit, dimana nilai impor lebih besar dari ekspor.
Kebijakan tarif pajak impor ini, diharapkan bisa menekan dan menaikan ekspor, dengan tetap memperhatikan jenis komoditi. Artinya tidak semua komoditi dinaikan tarifnya. Sebab impor yang ada umumnya untuk barang modal atau kebutuhan industri dalam negeri.
Penyebab lain terpuruknya Rupiah terhadap dolar AS juga sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal dipicu oleh sikap kebijakan Amerika Serikat yang akan menaikan suku bunga sehingga pelaku pasar memburu dolar AS sebagai pelindung bisnisnya. Pengaruh lainnya iakah ancaman terjadinya perang dagang antara negeri Paman Sam dengan Tiongkok yang belum juga mereda.
Faktor eksternal lain yang juga berkontribusi mempengaruhi ialah krisis di Turki dan Argentina. Eddy menuturkan, Argentina sudah meminjam lagi ke IMF senilai 50 miliar dollar AS untuk menyelamatkan perekonomiannya. Bank central-nya juga melakukan terobosa dengan menaikan nilai suku bunga hingga 60 persen.
Sedangkan dari sisi internal yang banyak mempengaruhi anjloknya Rupiah ialah defisitnya neraca perdagangan. Seperti data yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) Juli 2018 lalu, dimana defisit perdagangan Indonesia mencapai 2,03 miliar Dolar AS.
Defisit perdagangan ini dipicu oleh lemahanya ekspor dan tingginya impor. Tingginya impor artinya devisa lari ke luar, sehingga kebutuham dolar meroket, importir juga memburu dolar untuk melakukan pembayaran.
Kendati demikian, pemerintah sudah banyak berbuat. Terobosan strategis terus dilakukan, untuk mengatasi dan menahan Rupiah agar tidak terus terjerembab. Misalnya gebrakan yang dilakukan Bank Indonesia (BI) yang telah menaikan suku bunga menjadi 5,5 persen. (Syam S)