SDM Iptek di Indonesia Dan Hilangnya Spirit Merantau
Minggu, 14 Juli 2019, 09:51 WIBBisnisnews.id -- Manusia Bersumber Daya (SDM) ilmu pengetahuan (Iptek) Indonesia memerlukan "playing field" dan "challenges" untuk menguasai teknologi dan berinovasi. Kita telah kehilangan spirit dan Jiwa Merantau orang Minangkabau, atau keberanian nelayan Bugis dengan kapal pinisi yang berlayar hingga Tanjung Harapan di Afrika Selatan.
"Semua kisah hebat hebat itu tinggal jadi dongeng dan hikayat forlklore saja," kata mantan Menhub dan pakar pesawat terbang Prof. Jusman Sjafei Djamal di Jakarta, kemarin.
Jika banyak manusia bersumber daya iptek Indonesia bekerja di pusat-pusat Industri Internasional apa yang terjadi sesungguhnya adalah fenomena Brain Gain bukan Brain Drain. "Sebab Tenaga Kerja Indonesia mirip seperty "a gipsy of expert" yang tiap tiga tahun sekali akan pindah projek pengembangan teknologi," katanya melalui @juaman ajafei djamal.
Menurutnya, mengakumulasikan pengalaman untuk memiliki nilai tambah perjam kerja yang jauh lebih tinggi jika bekerja di Malaysia ketimbang di wilayah ekonomi.
Banyak contoh dalam buku Global Shift, buku menarik karya Peter Dickens dengan judul Pergeseran Global, serta subjudul Mapping the Changing Contours of the World Economy, menurut Jusman, yang dapat dikembangkan menjadi thesis dan "Policy Formation" yang jauh lebih baik dari phenomena Geographies of Innovation.
Dikatakan oleh Peter Dickens, Inovasi sebagai jantung penggerak aliran darah perubahan dan kemajuan teknologi sebetulnya adalah proses belajar dari suatu bangsa. Proses peningkatan nilai tambah tenaga kerja Indonesia memerlukan infrastruktur iptek.
Ambil contoh, ketimpangan infrastruktur iptek ditingkat sekolah dasar, sekolah menengah dan universitas yang melahirkan ketimpangan nilai ujian. "Pelajar dengan infrastruktur modern jauh lebih cepat menguasai ilmu pengetahuan dibandingkan pelajar yang bersekolah di kampus tak punya infrastruktur. Kita sering abai pada potensi anak didik memiliki IQ tinggi," sebut Jusman.
Potensi Manusia Bersumber Daya Iptek kita terbelenggu. Selama ini, papar Jusman, kita hanya fokus pada proses belajar mengajar di sekolah dengan jumlah buku dan jam belajar yang membuat anak didik kita tergerus energinya.
"Buku tebal dari semua mata pelajaran anak sekolah SD dan SMP begitu banyak jumlahnya. Diperlukan tas dengan kereta beroda untuk membawanya. Sebab jika pakai ransel dijamin dalam lima tahun anak anak kita bungkuk udang," kilah putra Aceh itu kagi.
Sementara, terang Jusman, kita sering lupa membangun ekosistem inovasi dalam proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah sekolah kita. "Padahal dalam suatu kawasan industri sudah tersedia proses learning by doing bertahap bertingkat dan berlanjut untuk melahirkan tenaga terampil dan dengan penguasaan teknologi yang terakumulasi," papar Jusman.
Dia menambahkan, tidak ada istilah Tenaga Kerja Siap Pakai sebetulnya pada kondisi kemajuan teknologi yang sangat cepat seperti saat ini. Pengetahuan dan Keterampilan kini jauh lebih cepat laju ke kadalluarsaannya.
"Setiap pekerjaan dengan tingkat kesulitan yang berjenjang bertingkat dan berkseinambungan merupakan wahana dan sarana yang amat baik bagi seorang tenaga kerja terampil untuk meningkatkan kualitas penguasaan teknologinya. Learning by doing ,by using, by observing and sharing ideas with others depend upon the accumulation and development of relevant knowledge. Proses ini bisa berbeda antarwilayah," tegas Jusman.(helmi)