Stop DPM Pelaut, Dan Tingkatkan Kemampuan Pelaut di Indonesia
Senin, 19 Agustus 2019, 17:40 WIBBinsisNews.id -- Program Diklat Pemberdayaan Masyarakat (DPM) khususnya matra laut perlu dievaluasi bila perlu dihentikan. Dari realisasi peserta DPM gratis tahun 2018 sebanyak 140 ribu orang, sebagain besar adalah matra laut. Mereka itulah yang memperbanyak surplus pelaut sehingga makin banyak yang menganggur.
"Jika ditanya, saya jawab dengan tegas, segera dihentikan / Stop proram DPM itu. (DPM Cukup 50%) untuk pelaut-pelaut KLM atau Kapal Layar Motor masih oke, untuk mencukupi kebutuhan lokal. Sebab Program (DPM) itu hanya pemborosan anggaran yang tidak tepat sasaran," kata pelaut senior dosen BP3IP Jakarta dan Stimar Jakarta Capt. Hyronimus A.Taneh menjawab Bisnisnews.id di Jakarta, kemarin.
Saat ini, lulusan Diklat Pelaut (Sekolah) Negeri maupun (Sekolah) Swasta baik perwira maupun ABK sangat tidak berkualitas. Kemampuan teknis sebagai pelaut apalagi Bahasa Inggris-nya sangat minim.
"Bagagaimana mereka mau mengisi pangsa pasar dunia ? Jadi, tidak heran kalau sekarang banyak (pelaut) yang menganggur di Indonesia," kilah dia.
"Kesimpulannya bisa dilihat yang tetap eksis dilaut adalah Pelaut-pelaut yang memiliki kualitas yang baik (khususnya yang bisa berkomunikasi/ Bahasa Inggris)," jelas Capt. Hyro.
Menurutnya, dana yang ada itu sebaiknya digunakan untuk meningkatkan komptensi para pelaut yang kurang berkualitas. Mereka ini yang perlu di-up grade khususnya kemampuan bahasanya. "Selama ini, mereka bekerja sebagai pelaut ratting di berbagai kapal, bahkan tidak sedikit yang belajat secara auodidak sebagai pelaut. Selain itu, kemampuan Bahasa Inggris mereka sangat minim," jelas Capt. Hyro.
Dana yang ada oleh BPSDMP, menurut putra Manado itu, sebaiknya dialokasikan untuk segera membuka kelas-kelas pemantapan Bahasa Inggris bagi para pelaut yang membutuhkan secara gratis.
"Untuk apa mencetak pelaut yang baru jika kualitasnya tidak ada ? Lebih baik benahi pelaut yang sudah ada dengan meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris-nya dan keterampilan serta nilai plus lainnya.
Persyatan utk mengikuti Diklat Pemantapan Bahasa Inggris ini, papar Capt. Hyro bisa disederhanakan, meski tetap hati-hati dan selektif. Karena program ini menggunakan uang negara/ Kemenhub, maka harus dipastikan bermanfaat dan tepat sasaran.
"(Untuk mendaftar) Mereka cukup dengan memperlihatkan Copy Sertifikat Pelautnya/ Buku Pelaut dan KTP. Lama diklat selama tiga bulan cukup.
Kualitas Pelaut ?
Yang menjadi masalah sekarang, bagaimana kita meningkatkan kualitas para pelaut baik perwira atau ABK. "Saat ini Indonesia sudah kelebihan pelaut. Kalau banyak pelaut yang belum terserap kerja atau menganggur, sebaiknya DPM matra laut di-stop dulu," terang Capt. Hyro.
Sementara, banyak pelaut yang sudah eksis sekarang masih perlu ditingkatkan kemampuan khususnya dalam penguasaan Bahasa Inggirs-nya. "Mereka semua harus digenjot kemampuan Bahasa Inggrisnya, jika ingin masuk ke pasar global. Tak mendesak mendidik pelaut baru kalau kemampuannya dibawah standar," kilah alumni SPM, cikal bakalnya PIP Makassar itu.
Memperbanyak peserta DPM dari matra laut, menurut Capt. Hyro justru akan menambahkan pelaut Indonesia yang memanggur. "Untuk mengetahui jumlah pelaut yang menganggur, jangan hanya menggunakan satu sumber, seperti data BPSDMP misalnya. Bisa tanya ke komunitas pelaut, seperti KPI, IKKNI, INNI dan lainnya. Bahkan, yang cukup akurat bisa melihat di mess pelaut di berbagai titik di Indonesia," sebut Capt. Hyro.
Sebelumnya, Ketua Corp Alumni Bumiseram Makassar (CABM)/ PIP Makassar Capt. Agus Salim mengatakan, surplus pelaut di Indonesia kini tak perlu diperdebatkan. Faktanya memang ada dan cenderung makin bertambah.
"Patut diduga salah satu penyebabnya adalah pelaut peserta DPM di berbagai kampus pelaut di Indonesia. Untuk menjadi pelaut, tak cukup hanya berbekal BST, SAT dan SAF. Masih ada syarat lain yang harus mereka miliki jika ingin diterima bekerja di kapal," kata Capt. Salim.
Oleh karena itu, yang lebih penting bagaimana meningkatkan kemampuan mereka agar mampu bersaing bahkan sampai ke pasar global. "Sebagai pimpinan CAMB, saya sudah menginisiasi peningkatkan kemampuan pelaut melalui berbagai cara, seperti Sharing Knowledge, peningkatan kemampuan bahasa Inggris dan lainnya," aku Capt. Salim.
Sementara, Direktur National Maritme Indonesia (Namarind) Siswanto Rusdi memandang sudah perlu Indonesia melakukan moraturium penerimaan taruna/ siswa pelaut baru.
"Sebaiknya dihentikan dulu penerimaan siswa/ taruna pelaut. Tingkatkan kemampuan dan ketrampilan pelaut yang sudah ada sehingga terserap bekerja. Jika masih membuka pendaftaran baru, maka kelebihan pelaut akan semakin parah," katanya menjawab Bisnisnews.id, Senin.
"Pelaut adalah profesi mulia dan selama ini disebut Pahlawan Devisa. Tapi kini mereka banyak yang tidak bekerja dan akhirnya makan dari hasil tabungan saja. Ini fakta yang harus diselesaikan segera," tegas Siswanto.(helmi)