Rupiah Terpuruk, Iperindo Desak Stop Impor Kapal
Kamis, 06 September 2018, 16:37 WIBBisnisnews.id - Pelaku usaha galangan kapal mengingatkan pemerintah menghentikan kegiatan impor kapal, seiring terus melemahnya Rupiah terhadap Dolar AS hingga tembus ke level 15.000.
Berdasarkan data, di sektor maritim, jumlah impor kapal sejak tahun 2006 sampai 2018 tercatat sekitar 10.000 unit kapal dengan nilai investasi sekitar Rp 100 triliun. Angka yang cukup besar itu telah menyedot devisa hengkang ke luar negeri dan ikut berkotribusi menambah keperkasaan Dolar AS.
Menyikapi kondisi itu, Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal Indonesia (Iperindo) Eddy K Logam mengingatkan agar kembali pada potensi nasional. Sebagai negara maritim, pemerintah diingatkan untuk sadar diri agar stop impor kapal untjk kebutuham dalam neheri.
Selain itu, pemerintah juga diminta lebih memperhatikan potensi yang ada di sektor maritim. Sepeti galangan kapal yang yang jumlahnya cukup besar di Indonesia.
Masalahnya, kata Eddy, Indonesia tidak mampu bersaing dengan negara-negara produsen kapal, seperti Jepang, China dan Korea bukan arena kualitas tapi lebih kepada faktor pembiayaan.
Pemerintah di negara negara tersebut, ungkap Eddy, memberikan dukungan penuh kepada industri maritimnya. Dengan demikian, produksi kapal negara-nehara itu mampu bersaing di pasar internasional, dan salah satu pasar terbesarnya ialah Indonesia, karena tingkat kebutuhannya tinggi.
"Import kapal tersebut sulit dihindari karena negara negara seperti Korea, Jepang dan Tiongkok menawarkan harga yang sangat menarik dengan skema pembayaran yang sangat mudah," tuturnya, Kamis (6/9/2018) di Jakarta.
Eddy yang juga pemilik galangan kapal PT Steadfast Marine, Tbk mengatakan, perbankan di negara-negara produsen kapal (Jepang, Korea dan China) memberikan pembiayaan dengan suku bunga rendah.
Ada kehadiran negara disini, dimana pemerintah memberikan insentif untuk setiap kapal yang di ekspor dan cluster - cluster maritim dibangun untuk menciptakan effisiensi dalam pembangunan kapal.
" Kita lihat bagaimana Industri Maritim di Korea dan Tiongkok berkembang pesat, bahkan ada kota kota yang tumbuh karena industri galangan kapal mempekerjakan puluhan ribu karyawan," jelasnya.
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang sejak awal mengusung sebagai negara maritim dengan cita-cita mulia sebagai poros maritim dunia, malah terbalik. Industri maritim seperti dianak tirikan, pemerintah justeru sibuk membangun pelabuhan saja dan jalan dan mengabaikan sektor pendukung dalam industri maritim.
"Sebagai negara kepulauan kita butuh kapal, SDM kita sudah hebat-hebat membangun beragam jenis kapal. Induatri galangam kapal inj cuma butuj dukungan pemerintah, agar kedepannta kita tidak lagi mendatangkan kapal dari luar bahkan kita ekspor. Selain itu, di industri galangan menyerap ribuan tenaga kerja, ini harus dilihat sebagai potensi besar," tutur Eddy.
Menurutnya, infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, bandara dan kereta api dibutuhkan namun jangan menyepelekan industri galangan.
" Kita butuh kapal, kapal harus dirawat, kalau galangannya tidak diperhatikan nanti perawatan kapal lari ke kuar negeri, hilang lagi devisa kita, makin kayalah negara luar, kita hanya pasar saja," jelasnya.
Karena itu, kata Eddy, kalau mau pondasi ekonomi kuat, lapangan kerja terbuka, daya beli meningkat, Poros Maritim Dunia terwujud perkuatlah industri maritim dengan beragam pendukungnya.
"Selama ini kita sudah terlena menjadi pasar Industri Maritim negara lain, selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2018, Indonesia hampir mengimport 10,000 unit kapal dengan perkiraan nilai sekitar 100 trilliun rupiah," tuturnya.
Menurut Eddy, semakin banyak kapal yang dibangun didalam negeri, local content semakin meningkat dan kedepannya Indonesia benar benar bisa mampu memenuhi semua kebutuhan kapal di Indonesia.
"Bukan mustahil Indonesia menjadi basis produksi kapal dan komponennya, sehingga bukan pelarian devisa yang terjadi namun Industri Maritim menjadi penghasil devisa," jelasnya. (Syam S)