Tidak Ada Lagi Harga 30 dollar AS per Barel, Minyak Merangkak Ke 70 dollar AS
Minggu, 11 Desember 2016, 06:27 WIB
Bisnisnews.id - Arab Saudi mengumumkan, akan memotong kembali produksi minyaknya di bawah kesepakatan mereka dengan OPEC. Kejutan ini dibuat hanya beberapa saat setelah pertemuan dengan Rusia dan beberapa negara non-OPEC lainnya di Vienna, Sabtu kemarin (10/12/2016).
"Efektif 1 Januari 2017 kami mutlak akan kembali mengurangi produksi minyak di bawah tingkat yang telah disepakati dengan OPEC," kata Menteri Perminyakan Saudi, Khalid al-Falih setelah pertemuan.
Al-Falih membuat pengumuman tersebut setelah negara-negara non-OPEC sepakat untuk mengurangi produksi menjadi 558.000 barel per hari. Pengurangan non-OPEC sama dengan antisipasi pertumbuhan permintaan di China dan India tahun depan, menurut data dari Badan Energi Internasional.
Menteri Saudi lebih jauh mengatakan, ia bahkan siap untuk mengurangi kurang dari 10 juta barel per hari, tergantung dari kondisi pasar. Dalam kesepakatannya sudah OPEC, Saudi sudah setuju untuk menurunkan produksinya menjadi 10,06 juta barel per hari.
Amrita Sen, kepala analis Energy Aspects, London berkomentar, "Hal ini menunjukkan komitmen Riyadh sekaligus mengakhiri kekhawatiran OPEC dalam usahanya menyeimbangkan pasar."
Kelebihan pasokan dan persediaan yang cukup telah membuat OPEC dan anggotanya berupaya kuat merebut kendali pasar minyak global. Sejak OPEC mengumumkan pemangkasan produksi, yang mana ini adalah kesepakatan yang pertama kali mereka lakukan dalam sejarah delapan tahun, telah berhasil membuat harga minyak melonjak lebih dari 15 persen, meningkat drastis di atas 55 dollar AS pekan ini.
"Saudi sudah berkomitmen untuk menyeimbangkan pasar. Tidak ada lagi negara-negara yang bicara tentang harga minyak $30 per barel," kata Yasser Elguindi, pengamat OPEC sekaligus konsultan Medley Global Advisors.
OPEC dan non OPEC adalah negara-negara yang memompa 60% minyak dunia, ini belum termasuk produsen utama seperti AS, China, Kanada, Norwegia dan Brazil.
Arab Saudi telah lama bersikeras bahwa total pengurangan 1,2 juta barel per hari dari kelompok OPEC harus dibarengi dengan tindakan dari pemasok Non OPEC. Al Falih dan rekan Rusia-nya, Alexander Novak akhirnya mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan perjanjian rahasia seperti ini selama hampir satu tahun.
Bersama Al-Falih, Novak mengatakan, "Ini benar-benar peristiwa bersejarah. Untuk pertama kalinya begitu banyak negara produsen minyak dari berbagai belahan dunia berkumpul dalam satu ruang untuk mencapai tujuan yang sama."
Rusia berjanji untuk memangkas produksi sebesar 300.000 barel per hari tahun depan, sebelumnya 11,2 juta barel per hari. Meksiko sepakat untuk memotong 100.000 barel, Azerbaijan sebesar 35.000 barel dan Oman dengan 40.000 barel.
Meksiko tidak akan memangkas produksi secara sengaja seperti yang lain-lain. Penurunan akan berlaku secara alamiah karena sumber minyak di negara mereka juga sudah mulai berkurang. Negara-negara lain seperti Azerbaijan kemungkinan akan mengikuti cara yang sama. Alasan penurunan secara alami kemungkinan dipakai untuk meredam dampak dari kesepakatan non OPEC.
Namun langkah mengejutkan datang dari Kazakhstan yang setelah mendapat tekanan kuat diplomatik, akhirnya menjanjikan pengurangan 20.000 barel per hari. Kazakhstan dianggap penting karena output negara ini meningkat setelah ladang minyak raksasanya mulai memompa bulan Oktober lalu.
Arab Saudi mencoba untuk mendorong harga minyak di atas 60 dollar AS per barel - mungkin lebih dekat ke 70 dollar AS per barel, diperkirakan alasannya karena mereka berupaya untuk mengisi lubang fiskal dan mempersiapkan flotasi terpisah di tahun 2018 untuk Saudi Aramco, perusahaan minyak negara Saudi.
Namun harga yang lebih tinggi juga dapat menjadi bumerang mengingat kebangkitan pengeboran AS dari Texas ke Dakota Utara. "Secara emosional, pasar mungkin akan berlomba," kata Adam Ritchie, pendiri AR Oil Consulting. "Tapi kami memiliki kelebihan persediaan astronomis yang bisa terus menutup harga pasar."
Pasar akan berbalik fokus dan mematuhi OPEC dan namun akhirnya kesepakatan bisa melonggar bila ada negara non-OPEC yang ingkar janji. Seperti akhir 2001 misalnya, Moskow berjanji untuk mengurangi output, tapi malah meningkat pada tahun berikutnya.
"Jatuhnya harga minyak membuat produsen ketakutan dan masuk ke ranah perjanjian penahanan pasokan secara kolektif," kata Bob McNally, pendiri konsultan Rapidan Group dan mantan pejabat minyak Gedung Putih. "Tapi kadang, perjanjian ad-hoc seperti ini hanya sukses sementara, dan semua akhirnya gagal karena kecurangan." (marloft / syam)