2020 Indonesia Diambang Krisis Energi, Begini Hitungannya
Minggu, 01 September 2019, 15:34 WIBBisnisNews.id -- Tahun 2019 ini, Pemerintah dan DPR sepakat lifting migas 2020 adalah sebesar 755 ribu barel oil per day (BOPD) lebih tinggi dalam RAPBN sebesar 734 ribu BOPD. Lucunya lagi, para K3S sebenarnya hanya memproyeksi diangka 672 ribu BOPD. Konsekuensi dari itu adalah, K3S akan digenjot untuk melakukan pengurasan sumur lebih masih lagi.
"Walaupun kita tahu, dalam 3 tahun terakhir target lifting tersebut tidak pernah tercapai. Decline rate setiap tahun diangka 3-4% maka dibutuhkan kerja keras untuk mencapai target lifting tersebut," kata pengamat migas dari Energy Watch Mamit Setiawan di Jakarta.
Ditengah cadangan migas, lanjut dia, kita yang tak kunjung naik bahkan hampir setiap tahun mengalami penurunan dimana RRR (Reserve Replacement Ratio) hanya 60%. "Dan, bisa dipastikan cadangan minyak kita yang hanya 3.2 miliar barel dan gas 97.5 TCF akan terus berkurang," jelas Mamit lagi.
Berdasarkan kondisi tersebut, menurut dia, maka sudah seharusnya kita tingkatan kegiatan explorasi agar cadangan migas kita bisa meningkat. "Sementara, kegiatan explorasi bisa tumbuh jika iklim investasi kita menarik bagi investor," kilah Mamit.
Sejauh ini, papar dia, investor masih menunggu kepastian hukum dimana saat ini revisi UU Migas belum selesai. "Dengan kondisi demikian dan banyak yang memprediksi, kita akan mengalami krisis energi pada tahun 2025," sebut Mamit.
Seharusnya, papar Mamit, Pemerintah lebih bijak lagi.Sudah saatnya kita tidak berpikir bagaimana menguras migas kita secara maksimal. Tapi sebaliknya, justru menjaga cadangan migas kita untuk tetap stabil ataupun meningkat demi masa depan anak cucu kita selanjutnya.
Bahwa bangsa Indonesia kaya akan sumber migas bukan hanya dongeng, tapi (anak cucu nanti) masih tetap mereka rasakan. "Migas kita sebagai ketahanan energy nasional kita wajib dijaga dan dipelihara semaksimal mungkin," terang Mamit.
Menurut Mamut, memang dampak dari penahanan laju pengurasan ini akan berdampak terhadap penerimaan negara. Padahal, saat ini sektor migas masih menjadi penunjang terbesar untuk APBN.
(Sektor migas) tahun 2018, sebut Mamit, menjadi penerimaan negara nomor dua setelah pajak sebesar Rp240 triliun. Tapi, nampaknya masa depan anak cucu kita ke depan lebih penting dengan sedikit mengorbankan penerimaan negara.
"Pasalnya, penerimaan negara bisa di dapatkan dari bidang lain. Sementara, sumber daya alam migas bukan sumber daya yang bisa di perbaharui," tegas Mamit.(helmi)