Achmad Soetjipto Siap Dicopot Dengan Syarat
Sabtu, 14 Oktober 2017, 00:32 WIBBisnisnews.id - Setelah gunjang-ganjing soal pembubaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Achmad Soetjipto membuat pernyataan melegakan. Dia bersedia dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Satlak Prima. Sayang, kesediaannya itu diembel-embeli syarat.
Soetjipto berpendapat lebih baik dia dicopot dari pada Prima harus dibubarkan pemerintah dengan alasan Indonesia gagal mencapai target 4 besar dengan 55 emas pada SEA Games Malaysia 2017.
"Jika kegagalan SEA Games Malaysia 2017 dijadikan alasan, saya sebagai komandan siap bertanggung jawab. Jangan Prima yang dibubarkan, tapi saya saja yang diganti dengan orang yg dinilai lebih baik, lebih professional dan lebih dedicated. Itu demi kemajuan olahraga Indonesia ke depan," kata Achmad Soetjipto di Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Ya, rela dicopot dari jabatan sebagai bentuk pertanggung jawaban yang dilakukan Ahmad Soetjipto patut dijadikan tradisi di dunia olahraga Indonesia. Yang dinilai gagal mencapai missi harus diganti.
Menurut Pak Tjip panggilan akrab Achmad Soetjipto, program Indonesia Emas adalah embrio dari suatu program pembinaan atlit elit di masa depan. Semua negara yang sukses telah memilikinya, tentu yang berkesesuaian dengan lingkungan budaya negara masing-masing. Namun, karena investasinya besar maka sepenuhnya dipegang pemerintah.
"Tradisi ini harus dijalankan ke depan. Ganti saja nakhoda-nya jika gagal bukan kapalnya yang dikaramkan. Akan sangat sulit bagi seorang pemimpin manakala sudah tidak dipercaya lagi," ujarnya.
Lantas mengapa Achmad Soetjipto tidak ingin Prima sebagai kapal yang dinakhodainya selama ini dipertahankan? "Perlu diketahui bahwa Satlak Prima itu sudah menyusun program pembinaan atlit elit dan perangkat-perangkatnya. Program yang dibuat pun tidak sembarangan dan bisa diuji kelayakannya. Kenapa? Karena kita mengacu kepada sistem lembaga sejenis dari negara negara yang sukses prestasinya. Ini kan investasi yang patut dipertahankan," jelasnya.
Diakui Achmad Soetjipto, program Prima memang belum sempurna. Tapi, dia menyebut program tersebut bisa dijadikan acuan dalam mempersiapkan atlet menuju Asian Games 2018 yang tinggal 11 bulan lagi. "Memang programnya belum sempurna benar tetapi paling tidak kita tidak memulai dari awal lagi dalam meningkatkan prestasi atlit elit. Apa yang sekarang ada di Prima itu adalah hasil peras otak dan investasi selama hampir 2 tahun. Sayang kan jerih payah itu dihilangkan," ungkapnya.
Menurut Achmad Soetjipto, menyusun program kepelatihan atlet elit itu tidak mudah. Karena, itu hasil perkawinan antara pengalaman dan intuisi pelatih dengan aplikasi sports science baik berwujud penguatan dan pengkondisian untuk meningkatkan kapasitas fisik atlet tanpa dibarengi resiko cidera.
Begitu juga management recovery modern, monitoring tingkat kelelahan, pola hidup, respon dan adaptasi atlet. "Itu pekerjaaan teknis yang sangat memerlukan detail planning dan harus berkesuaian dengan program inti dari para pelatih," ujarnya.
Demikian juga dalam menentukan kesenjangan performa dan menyusun rekayasa kepelatihan. Dia menyebut diperlukan pengukuran dan ketelitian tinggi baik dari aspek biomekanika, phisiologi maupun analisa performa ditambah dengan status psychologi atau tuntutan mental juara. Dan, monitoring dari waktu ke waktu secara detail dan benar dengan memerlukan perangkat yang lain dari biasanya.
"Kegiatan monitoring Prima tidak sama seperti kegiatan monitor dan evaluasi (monev) yang dilakukan selama ini. Itulah yang membedakan Prima dari yang lain," tegasnya.
Selain itu, Satlak Prima juga telah menyusun integrated athlete monitoring sistem yang bertumpu pada aplikasi android dirangkum dengan adopsi dari visual coaching program. "Kalau program yang telah disusun itu dipadukan dengan sistem dukungan administrasi dan keuangan yang handal hasilnya akan tampak nyata. Kan, semuanya bisa diukur dengan parameter yang jelas," tandasnya. (Gungde Ariwangsa)