AS Bersiap Larang Laptop Untuk Penerbangan Dari Eropa
Sabtu, 13 Mei 2017, 02:00 WIB
Bisnisnews.id - AS akan memperluas larangan laptop dan tablet dalam penerbangan dari Uni Eropa, sebuah langkah yang diperkirakan akan menciptakan kekacauan logistik di perjalanan udara tersibuk di dunia.
Khawatir akan proposal tersebut, yang menurut pejabat maskapai hanya tinggal masalah waktu, pemerintah Eropa segera mengadakan pembicaraan pada hari Jumat 12 Mei 2017 dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS.
Larangan tersebut akan mempengaruhi rute trans-Atlantik yang membawa sebanyak 65 juta orang per tahun dengan lebih dari 400 penerbangan setiap hari. Banyak di antaranya pelancong bisnis yang mengandalkan barang elektronik untuk bekerja selama penerbangan.
Larangan yang sama telah diberlakukan pada bulan Maret dan mempengaruhi sekitar 50 penerbangan per hari dari 10 kota, kebanyakan asal Timur Tengah.
Sumber kekhawatirannya adalah apakah ada ancaman baru yang mendorong proposal tersebut, dan bagaimana keamanan penyimpanan sejumlah besar barang elektronik dengan baterai lithium di kargo, yang diketahui mudah terbakar. Pejabat Amerika diundang ke Brussels minggu depan untuk membahas larangan elektronik yang diajukan, kata Uni Eropa.
Juru bicara Komisi Uni Eropa, Anna-Kaisa Itkonen mengatakan bahwa Uni Eropa tidak memiliki informasi baru atas masalah keamanan tertentu.
Pejabat AS mengatakan bahwa keputusan melarang laptop dan tablet di kabin dari beberapa penerbangan internasional pada bulan Maret, tidak didasarkan pada ancaman spesifik apapun, namun kekhawatiran mengenai ekstremis yang menargetkan pesawat jet.
Para ahli mengatakan bom di dalam kabin akan lebih mudah dibuat dan hanya membutuhkan sedikit kekuatan peledak daripada satu di kargo. Bagasi di kargo biasanya melalui proses skrining yang lebih canggih daripada tas jinjing.
Jeffrey Price, pakar keamanan penerbangan di Metropolitan State University Denver, mengatakan bahwa larangan tersebut awalnya berfokus pada negara-negara tertentu karena peralatan mereka untuk skrining tas jinjing tidak seefektif mesin di AS.
Seorang pejabat Prancis (anonim) yang diberi tahu tentang pertemuan Jumat (12/05/2017) mengatakan bahwa Amerika mengumumkan mereka ingin memperluas larangan tersebut, dan orang-orang Eropa merencanakan merumuskan tanggapan dalam beberapa hari mendatang. Pejabat tersebut mengatakan pertanyaan utama adalah seputar kapan dan bagaimana, dan bukan soal apakah larangan tersebut akan diberlakukan.
Jenny Burke, juru bicara Keamanan Dalam Negeri AS, mengatakan belum ada keputusan akhir dibuat untuk memperluas pembatasan tersebut.
Namun pejabat Keamanan Dalam Negeri bertemu Kamis (11/05/2017) dengan eksekutif berpangkat tinggi dari tiga maskapai AS terkemuka yaitu American, Delta dan United serta kelompok perdagangan terkemuka AS, Airlines for America, untuk mendiskusikan perluasan kebijakan laptop terhadap penerbangan yang datang dari Eropa.
Dua pejabat penerbangan yang diberi pengarahan pada diskusi tersebut mengatakan bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri tidak memberikan jadwal untuk pengumuman. Maskapai penerbangan AS berharap dapat berpartisipasi bagaimana kebijakan akan diberlakukan di bandara sehingga meminimalkan ketidaknyamanan penumpang.
Emirates, maskapai penerbangan terbesar di Timur Tengah, pekan ini mengutip larangan elektronik sebagai salah satu alasan penurunan keuntungan sebesar 80 persen tahun lalu. Dikatakan larangan tersebut berdampak langsung pada permintaan perjalanan udara ke AS dan mereka menghadapi kenaikan biaya akibat pinjaman laptop gratis kepada penumpang.
Alain Bauer, presiden CNAPS, regulator keamanan sektor swasta Prancis, termasuk yang memeriksa barang bawaan dan penumpang di bandara Prancis, memperkirakan kekacauan pada awalnya jika larangan tersebut diberlakukan.
"Bayangkan jumlah orang yang membawa laptop dan tablet mereka ke pesawat terbang. Tidak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak," katanya kepada AP.
Dia mengatakan larangan ini akan memperlambat proses pemeriksaan keamanan karena orang mencoba menegosiasikan cara membawa laptop mereka. "Bukan seperti kehilangan botol air atau gunting. Butuh waktu lebih lama untuk negosiasi," katanya.
"Anda perlu banyak waktu untuk memberi tahu mereka dan banyak waktu agar orang terbiasa," katanya. "Setelah seminggu mengalami kesulitan cukup besar, 95 persen orang akan memahami kepraktisannya."
Kepala IATA mengatakan baru-baru ini bahwa larangan elektronik bukanlah solusi jangka panjang yang dapat diterima atau efektif untuk ancaman keamanan, dan mengatakan dampak komersialnya sangat parah.
Kelompok Airline Passenger Experience Association, mengatakan bahwa pemerintah AS harus mempertimbangkan alternatif, termasuk pengujian laptop rutin untuk residu kimia terkait bom, yang membuat pemilik menyalakan elektronik mereka.
CEO kelompok tersebut, Joe Leader, mencatat bahwa maskapai penerbangan telah kurang sebanyak lebih dari 1 juta kursi dari 10 kota Timur Tengah dan Afrika Utara yang terkena dampak kebijakan bulan Maret. "Jika menyebar ke Eropa, ini hanya masalah waktu. Sebelum nantinya laptop pun dilarang di kabin penerbangan domestik AS." (marloft)