Bandara Letung Jadi Akses ke Pulau Terluar di Kepulauan Anambas
Minggu, 11 Agustus 2024, 21:06 WIBBISNISNEWS.id - Bandar Udara Letung di Pulau Jemaja Kabupaten Kepulauan Anambas Kepulauan Riau dikembangkan dengan runway 1600 meter x 30 meter.
Bandara yang dibangun pada tahun 2014 dan mulai beroperasi 2016 menurut Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara Letung, Andy Hendra Suryaka dapat di darati pesawat ATR-72.
Bandara ini yang diharapkan dapat mempermudah mobilitas masyarakat dari dan menuju Kepulauan Anambas serta menjadi roda penggerak perekonomian dan membantu dalam pengembangan sosial, budaya serta pariwisata.
"Saat ini Bandara Letung memiliki runway 1600 meter x 30 meter, dan dapat di darati pesawat ATR-72, guna meningkatkan pelayanan dan keamanan di Bandara Letung," ungkap Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara Letung, Andy Hendra Suryaka (11/8/2024).
Andy menjelaskan bahwa terminal bandara diperluas dari 600m2 menjadi 1200m2, sehingga mampu menampung sekitar 150 penumpang pertahun.
Terminal baru didesain dengan memasukkan unsur kearifan lokal, seperti bentuk bangunan menyerupai sampan atau perahu, dan ornamen ukiran menyerupai ikan napoleon dan batik gonggong yang mencerminkan kekhasan Kepulauan Anambas.
"Bandara Letung kini melayani penerbangan perintis yang disubsidi pemerintah dengan rute Letung-Tanjung Pinang, frekuensi 2 x seminggu, dan penerbangan komersial rute Letung-Batam frekuensi penerbangan 5 x seminggu," jelasnya.
Data lima tahun terakhir terjadi peningkatan pesawat yang beroperasi, penumpang dan serta muatan bagasi. Pada 2019, terdapat 185 pergerakan pesawat, meningkat menjadi 282 pergerakan di tahun 2023. Begitupun dengan pergerakan penumpang, dari 15.272 penumpang di tahun 2019 meningkat menjadi 19.844 penumpang di tahun 2023. Penurunan pergerakan pesawat dan penumpang hanya terjadi ketika pandemi Covid-19 melanda, dan mulai pulih di tahun 2022.
Secara ekonomi, bandara ini mendorong pertumbuhan sektor terkait lainnya seperti perhotelan, transportasi, dan kuliner. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan, permintaan akan akomodasi, transportasi lokal, dan layanan kuliner pun meningkat, menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat. Peningkatan aktivitas ekonomi ini juga memberikan efek domino yang positif bagi usaha kecil dan menengah yang bergerak di sektor-sektor tersebut, sehingga kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.
"Sebelum adanya bandara, masyarakat mengandalkan jalur laut yang cenderung memakan waktu lebih lama, biasanya mencapai 8-9 jam melalui kapal laut, sedangkan melalui jalur udara dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan saja dengan pesawat udara," tuturnya.
Gangguan cuaca buruk serta ombak tinggi tersebut menjadikan jalur udara sebagai alternatif bagi masyarakat dan wisatawan menuju Anambas dengan lebih cepat, selamat, aman, dan nyaman.
Dari sisi sosial, kehadiran bandara memperkuat konektivitas antarwilayah, memudahkan mobilitas penduduk, serta mempercepat distribusi barang dan jasa. Dengan konektivitas yang lebih baik, masyarakat di Kepulauan Anambas dapat lebih mudah mengakses berbagai layanan dan produk dari wilayah lain. Ini berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup dan integrasi sosial masyarakat di Kepulauan Anambas, memperkuat ikatan sosial dan memperluas jaringan ekonomi serta sosial mereka.
Yang tak kalah penting, bandara juga mempermudah evakuasi medis bagi pasien dengan kondisi darurat untuk segera mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap di kota-kota besar.
"Akses cepat ini sangat penting dalam situasi darurat medis, di mana setiap menit sangat berharga. Bandara berperan dalam menyelamatkan nyawa dan meningkatkan layanan kesehatan di daerah terpencil, memastikan bahwa masyarakat Anambas mendapatkan akses kesehatan yang lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan darurat," tegasnya.
Selain itu Andy juga menjelaskan bahwa di Kepulauan Riau telah beroperasi Seaplane dengan tujuan Batam - Pulau Bawah yang dioperasikan oleh Airfast, khusus bagi wisatawan yang ingin menikmati liburan secara private.
(*/syam)