Banyak Kutipan, Importir Belum Rasakan Dampak DO Online
Rabu, 28 Agustus 2019, 11:48 WIBBisnisNews.id -- Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI) belum merasakan delivery order (do) online yang selama ini didengungkan Pemerintah. Bahkan biaya logistik nasional yang konon mencapai 24% dari produk domestik bruto (PDB) juga tak kunjung turun.
Demikian disampaikan Ketua DPD GINSI DKI Jakarta Capt. H.Subandi dalam perbincangan dengan pers di sela-sela Forum Group Duacussion "Apa Manfaat PLB (Pusat Logistik Berikat) Bagi Importir" di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
DO online, lanjut Capt Subandi, lebih sebagai komoditas politik karena dampaknya sangat minim. Pemilik barang, khususnya importir tetap harus datang dan mengurus administrasi ke perusahaan keagenan kapal. "Faktanya masih UUD (ujung-ujungnya duit). Ini fakta yang dirasakan pelaku usaha khususnya importir," kata Capt Subandi lagi.
Untuk mengimpor barang, kata dia, importir masih harus datang dan membayar sejumlah uang untuk pos yang tidak jelas. "Kalau boleh disebut, inilah yang disebut pungli sejati. Pelayanan tak ada tapi bayar harus. Jika tidak, jangan harap DO keluar," jelas Subandi.
Menurut importir kawakan itu, secara garis besar ada beberapa pos biaya yang harus ditanggung imoportir sebagai pemilik barang. "Biaya pelayaran atau fright. Itu jelas sesuai kesepakatan pelayaran dan pemilik barang. Kemudian biaya jasa kepelabuhanan juga berdasarkan kesepakatan dan ada tarifnya," kilah Subadi.
Biaya di Luar Pelabuhan
Yang paling parah, papar Subandi, biaya di luar pelabuhan yaitu keagenan. Biaya ini sangat besar mencapai 50% dari biaya tambahan yang dikeluarkan pemilik barang saat melakukan importasi.
"Mereka itu antara lain equipment handling charge (EHC), equipement handling cost (EHC), administrasi fee, document fee. Belum lagi masalah depo dan petikemas kosong. Termasuk uang jaminan yang nilai Rp2 juta per boks 20 feet," papar Subandi.
Sementara, Sekjen BPP GINSI Erwin H. Taufan menambahkan uang jaminan barang dari importir itu bisa kembali bisa juga tidak. "Selain proses lama, uang jaminan yang sering terjadi dipotong dengan alasan yang tidak jelas," kata dia.
Menurut dia, pihak agen hanya melayani pencairan uang jaminan setiap hari Senin. Itupun kalau tak ada masalah teknis yang kerap terjadi di lapangan. "Sementara, mereka mengutip atau menerima uang jaminan selama 24 jam sehari dalam seminggu. Jadi hampir tak ada batas waktu," kilah Erwin.
"Ini fakta lain yang juga dirasakan para importir. Ke depan, semua kekurangan dan kelemahan ini hendaknya bisa diperbaiki. Industri dalam masih tinggi komponen impornya. Semakin tibggi biaya siluman itu, maka harga barangvdan jasa Indonesia akan sulit bersaing," tegas Erwin.(helmi)