Buntut Laka Tol Cipularang, Penegakan Hukum Bidang LLAJ Mutlak Harus Dilakukan
Kamis, 05 September 2019, 07:38 WIBBisnisNews.id -- Penegakan hukum dalam kecelakaan ini selain menggunakan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU Lalin). Bisa juga menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta UU Perlindungan Konsumen.
"Melalui UU Lalin polisi bisa menindak perilaku ugal-ugalan sopir, muatan lebih dan tidak laiknya kendaraan atau truk saat di jalan tol Cipularang," kata pengamat transporasi dari Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan di Jakarta.
Sebelumnya, Kapolres Purwakarta AKBP Matrius, Rabu (4/9/20190 menetapkan kedua sopir dump truk menjadi tersangka kecelakaan di tol Cipularang pada hari Senin 2 September 2019 lalu. Dikatakan juga bahwa dasar penetapan tersangka itu dikarenakan sopir truk dianggap lalai membawa truk dengan muatan lebih di jalan tol Cipularang.
Kesalahan kelalaian tersebut mengakibatkan kecelakaan serta adanya korban luka-luka dan meninggal dunia. Kedua sopir truk yang dijadikan tersangka adalah pengemudi truk, yakni Dedi Hidayat (DH) dan Subana (S). Polisi menetapkan tersangka S bersama-sama dengan tersangka DH karena mengemudikan kendaraan truk dengan jenis yang sama, membawa material tanah melebihi batas muatan yang seharusnya.
"Kondisi kelebihan muatan, menjadi gangguan dan menyebabkan truk saat melintasi jalan menurun dari Km 97 hingga Km 91 menjadi tidak terkendali," kata Kapolres lagi.
Selain itu, menurut Azas Tigor, untuk penindakan atau penegakan hukum dalam kecelakaan di jalan tol Cipularang ini juga bisa menggunakan KUHP agar semua pelaku atau yang salah lalai bisa dijerat oleh hukum dan menjadi efek jera. "Dalam kecelakaan tersebut sebagaimana disampaikan polisi, ada unsur kelalaian yang menyebabkan 28 orang luka-luka dan 8 orang meninggal dunia," tukas Tigor.
Ketentuan hukum tersebut diatur di dalam pasal 359 dan pasal 360 KUHP. Dalam Pasal 359 diatur bahwa barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya atau kelalaiannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Begitu pula dalamPasal 360 diatur bahwa:
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya atau kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya atau kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Jika kita melihat lebih jelas dan kritis lagi bahwa dalam kejadian kecelakaan di tol Cipularang tersebut yang salah atau lalai bukan hanya pengemudi atau sopir dump truknya saja. Dalam kejadian kecelakaan ini pemilik atau perusahaan dump truk serta operator jalan tol Cipularang juga bersalah lalai.
Pemilik Dump Truk dan Operator Tol
Pertanyaannya sekarang, menurut Tigor, mengapa kedua pihak, pemilik dump truk dan operator jalan tol Cipularang juga bersalah? Keduanya dianggap salah karena lalai menjalankan kewajiban hukumnya sehingga mengakibatkan adanya korban luka-luka dan meninggal dunia.
"Pihak pemilik dump truk dianggap bersalah karena telah alpa atau lalai mengawasi dump truknya beroperasi dengan muatan berlebih. Seharusnya pemilik dump truk mengawasi kendaraannya dengan berbagai cara agar tidak dioperasikan dengan bermuatan lebih," papar Tigor.
Sementara itu pihak operator jalan tol Cipularang bersalah karena alpa atau lalai mengawasi kendaraan yang masuk menggunakan jalan tol Cipularang sehingga kedua dump truk yang bermuatan lebih tersebut bisa masuk dan mengalami kecelakaan di jalan tol Cipularang.
Seharusnya, terang Tigor, operator jalan tol Cipularang dengan berbagai cara melakukan pengawasan dan mengoperasikan jalan tol dalam keadaan aman bagi penggunanya atau konsumennya. "Dalam hal ini juga pihak operator jalan tol Cipularang bisa juga dihukum berdasarkan UU Perlindungan Konsumen karena telah tidak memberikan produk layanan yang aman pada konsumen," urai Tigor lagi.
Pengawasan yang dilakukan oleh operator seharusnya bisa dilakukan dengan menggunakan sistem pengawasan alat timbang di jalan tolnya. Sehingga dengan pengawasan yang baik maka bisa memberikan produk layanan yang aman. "Coba kita lihat hampir semua jalan tol di Indonesia tidak memiliki sistem pengawasan di pintu atau gerbang masuk tolnya," sebut pengacara kawakan itu.
Dengan begitu, tambah Tigor, semua kendaraan bermotor termasuk dump truk uang bermuatan lebih dengan bebasnya bisa masuk dan alami kecelakaa lalu lintas di jalan tol seperti di Cipularang, mengakibatkan 8 orang meninggal dunia juga 28 orang luka-luka.(helmi)