Cabut Subsidi BBM Untuk Pelni, ASDP dan KAI
Kamis, 25 Juli 2019, 18:57 WIBBisnisnews.id -- Pengamat energi dan koordinator Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI) Sofyano Zakaria mengatakan, sudah saatnya Pemerintah dan DPR tegas mencabut subsidi BBM solar yang selama ini diberikan kepada BUMN PT Pelni, PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Ketiga BUMN itu menjulan tiket kelas bisnis dan eksekutif yang kebanyakan dinikati orang Indonesia yang kaya. Mereka itu tidak pantas lagi menerima subsidi, karena tergolong mampu. Berbeda dengan angkutan umum kelas ekonomi yang kini dinikmati orang-orang kurang mampu.
“Direksi ketiga BUMN (KAI, Pelni dan ASDP) seharus bisa membuktikan bahwa mereka mampu meraih laba bagi BUMN yang dipimpinnya, walau tidak diberi solar subsidi oleh negara. Untuk itulah mereka diangkat sebagai Direksi BUMN transportasi itu” kata Sofyano menjawab Bisnisnews.id di Jakarta, Kamis (25/7/2019).
Menurut dia, sangat tidak fair jika misalnya PT KAI yang menjual tiket penumpang kereta api kelas bisnis dan eksekutif, namun masih mengonsumsi BBM solar subsidi yang disubsidi. "Subsidi itu seharusnya untuk orang miskin, bukan pengguna KA eksekutif yang rata-rata orang kaya," jelas Sofyano.
Sementara, saat ini Pemerintah dalam kesulitan karena beban subsidi (BBM) yang terus membengkak. Subsidi BBM itu memang layak diberikan, jika untuk kepentingan orang miskin. "Sebaliknya, orang kaya yang mampu membeli tiket kelas eksekutif masa harus disubsidi," kilah Direktur Puskepi itu lagi.
Sofyano memberi contoh BUMN Garuda Indonesia, Tbk yang juga melayani transportasi bagi rakyat negeri ini, kini sudah menggunakan bahan bakar avtur yang tidak disubsidi. Avtur yang disupply Pertamina di seluruh bandara di Indonesia dijual dengan harga keekonomiannya. Pesawat Garuda Indonesia dan juga maskapai penerangan lainnya harus membeli avtur dengan harga international.
Jadi, lanjut Sofyani, sudah seharusnya ada perlakukan adil termasuk bagi para BUMN transportasi termasuk KAI, Pelni dan ASDP itu. "Tak ada alasan bagi BUMN PTKAI, Pelni dan ASDP untuk tak bisa layani rakyat jika solar subsidinya dicabut," kilah Sofyano Zakaria.
Sofyano juga mengusulkan kepada Pemerintah lewat Menkopolkam dan Menko Kemaritiman agar membentuk Tim Pengawas Penggunaan Solar subsidi. "Jangan sampai BBM solar subsidi bisa jatuh ke pemain minyak yang menjualnya ke pengguna yang tidak berhak," urai Sofyano.
“Kuota BBM solar subsidi setiap tahunnya sangat besar, dan ini pasti jadi incaran pebisnis minyak. Jangan sampai BBM solar subsidi untuk kendaraan angkutan darat, justru lari ke laut atau ke industri yang tak berhak. Kasus ini sama dengan mengemplang uang negara dan harus ditertikan bahkan disikat habis," terang Sofyano.
Seperti diketahui, kuota subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar yang telah ditetapkan Pemerintah tahun 2019 sebesar 14,5 juta kiloliter (KL). "Namun konsumsi solar tahun ini berpotensi akan membengkak, menyusul tingkat konsumsi masyarakat yang besar," kata Sofyano lagi.
Terhitung pada Kuartal I 2019 ini, lanjut dia, realisasi subsidi BBM solar telah menyentuh angka 5,07 juta kiloliter (KL). Artinya, subsidi solar telah memenuhi 35 persen realisasi dari Januari sampai April 2019. Dengan asumsi angka realisasi tetap, maka realisasi konsumsi BBM solar subsidi sampai akhir tahun akan melampaui kuota yang telah ditetapkan Pemerintah dan DPR.
Prediksi awal, kuota BBM solar subsidi sebesar 14,5 juta KL akan menlonjak menjadi 15,3 juta KL. "Jadi sampai akhir tahun diperkirakan melebihi kuota APBN 2019. Jika diperhatikan terus apa yang terjadi, (kuota solar akan terlampaui),” tadas Sofyani mengutik Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara.(helmi)