Cegah Naiknya Dwelling Time, Barang Impor Yang Sudah SPPB Wajib Keluar Lini I
Rabu, 19 Juli 2017, 11:36 WIBI Nyoman Gede Saputera menegaskan, barang impor yang sudah SPPB dan melewati tiga hari wajib keluar dari lini satu tanjung Priok. Ini yang sudah kita sepakati, jangan lagi dilanggar. (Foto: BN/Syam S)
Bisnisnews.id- Para pelaku usaha di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok diminta patuh dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku saat ini. Terutama soal perpindahan barang impor lebih dari tiga hari (longstay) yang sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB).
Sebagai bentuk penegasan kepada pemilik barang, pihak otoritas telah menerbitkan peraturan Nomor UM.008/31/7/OP.TPK-16 tentang Tata Cara atau Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemindahan Barang Yang melewati Batas Waktu Penumpukan (Longstay) di Pelabuhan Tanjung Priok.
Baca Juga
Hal itu juga sesuai amanat Permenhub No:25/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No:116/2016 tentang Pemindahan Barang Yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (Longstay) di pelabuhan utama Belawan Sumut, Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, dan pelabuhan Makassar.
Kepala Otoritas Pelabuhan Tangjung Priok, I Nyoman Gede Saputra menegaskan, seluruh barang impor yang sudah clearance pabean atau SPPB dari Bea dan Cukai pelabuhan setempat dan sudah melewati batas waktu penumpukan lebih dari tiga hari (longstay) wajib dipindahkan.
"Kalau sudah lebih dari tiga hari wajib pindah ke lini dua, ini kan aturan yah ikutin aja. Jangan terus menumpuk di dalam, mekanisme yang ada harus diikutin, suaya sama-sama bisa tertib dan lancar," kata Nyoman, Rabu (19/7/2017).
Kata Nyoman, rapat koordinasi sudah sering dilakukan dengan pengguna jasa, bahkan Selasa (18/7/2017) kembali dilakukan petemuan dengan stakeholder di Pelabuhan Priok dalam rangka implementasi perpindahan barang impor yang sudah SPPB dan longstay
Pertemuan yang juga diikti pihak Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, manajemen Pelindo II cabang Tanjung Priok, Jakarta International Container Terminal (JICT), dan TPK Koja dhaapkan benarbenar diathi, bukan sekadar catatan di atas kertas.
"Semua stakeholder ikut pertemuan itu, termasuk juga perwakilan asosiasi pelaku usaha di pelabuhan Priok, seperti Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, serta BPD Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta. Sudah lengkap semua tahu aturnnya," jelas Nyoman.
EMPAT KESIMPULAN
Hasil pertemuan OP dengan para oemangku kepentingan dihasilkan empat kesimpula. Pertama, pihak operator terminal dalam melaksnakan Permenhub No: 25/2017 harus mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) yang telah diterbitkan oleh Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok.
Kedua, untuk menjalankan point pertama tersebut agar para operator terminal peti kemas di pelabuhan Priok dapat berkordinasi dengan Fordeki.
Ketiga, akan dibuatkan tarif kesepakatan bersama antara asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan Priok terkait dengan kegiatan perpindahan kontener impor yang sudah SPPB dari terminal asal ke lapangan non TPS di luar pelabuhan Priok.
Keempat, diterapkan sistem single billing untuk memberikan transparansi dan kepastian biaya logistik atas kegiatan perpindahan barang teraebut di pelabuhan Priok.
Kesimpulan yang dibuat dan disepakati secara bersama-sama itu, kata Nyoman diharapkan benar-benar terealisasi dan tidak ada lagi penumpukan barang yang melebihi batas waktu, karena akan berpengaruh pada peningkatan dwelling time.
Nyoman mengakui, ada proses pembiaran oleh oknum-oknum dan juga pengguna jasa terhadap barang-barang impor yang sudah SPPB dari Bea dan Cukai. Alasan utama tetap dibiarkan ada di ini satu meskipun sudah SPPB ialah, barang itu lebih aman ada di dalam ketimbang ditarik keluar atau ke buffer yang ada di lini dua.
Dari sisi pembiayaan, barang yang sengaja menumpuk di lini satu, akan lebih murah dan aman. Sebab kalau barang ditarik ke buffer, selain harus membayar biaya angkut, para pemilik barang juga harus dikenakan biaya penumpukan.
"Tapi kan kita tidak bisa membiarkan barang itu terus ada di lini satu, padahal sudah lebih dari tiga hari. Kalau didiamkan, repot, bisa-bisa semua ada taruh di dalam,"jelasnya Nyoman.
Yang paling jadi masalah nantinya, kata Nyoman, berpengarh pada pelayanan kapal-kapal yang akan bongkar. Pengaruhnya, dwelling time di Priok akan naik, kalau dwelling time naik, kita semua disalahkan, padahal sudah diatur dan disuruh pindah tapi tetap saja membandel," tegas Nyoman.
Kecepatan pelayanan, dan perpindahan barang dari dalam pelabuhan ke luar pelabuhan atau ditarik pemilik barang ke gudang masing-masing, tujuannya untuk memangkas biaya logistik. Jangan karena ada penumpukan barang segelintir pemilik barang, menyusahkan bayak pihak. "Termasuk saya yang dibikin susah, karena dwelling time naik,"jelasnya.(Syam S)