Hak Maskapai Menentukan Tarif Bagasi Berbayar dan Tidak Ada Sanksi
Jumat, 01 Februari 2019, 11:09 WIBBisnisnews.id - Bagasi penumpang pesawat tercatat menjadi hak maskapai mengatur sesuai mekanisme pasar dan berlaku bukan hanya di Indonesia tapi juga seluruh maskapai di dunia. Tidak ada sanksi untuk bagasi tercatat.
Artinya, pelayanan penerbangan disesuaikan dengan skema pelayanan di masing-masing maskapai. Misalnya untuk full service free bagasi sebesar 20 kg, kelas medium 15 kg dan no friells dikenakan biaya penuh.
Penerapan bagasi tercatat ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 185 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Dalam Negeri.
Sesuai regulasi yang ada, tugas regulator hanya mengawasi sistem pelayanan maskapai. Terkait bagai tercatat dan berbayar, Kasubdit Sistem Informasi dan Layanan Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Putu Eka Cahyadi mengatakan, agar maskapai melaporkan standar pelayanan operasinya (SOP) kepada regulator.
"Kami tidak mengatur besaran tarif bagasi tercatat. Itu adalah hak maskapai untuk menentukan berapa besaran tarif bagasi yang mereka akan kenakan, kami hanya mengawasi sesuai SOP yang diberikan maskapai itu kepada kami," kata Putu dalam acara coffee morning , Jumat (1/2/2019) di lantai 5 Gedung Karsa Kemenhub.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub kata Putu tidak mengatur besaran tarif bagasi berbayar tapi diserahkan sepenuhnya kepada pihak maskapai sesuai mekanisme pasar.
Berdasarkan ketentuan, pelayanan penerbangan disesuaikan dengan skema pelayanan di masing-masing maskapai. Misalnya untuk full service free bagasi sebesar 20 kg, kelas medium 15 kg dan no friel dikenakan biaya penuh.
Di Indonesia tercatat ada lima maskapai penerbangan no friell, yaitu Lion Air, Wings Air, Air Asia, Susi Air dan Citilink. Semua bagasi penumpang yang menggunakan maskapai ini dikenakan biaya.
Maskapai kelas medium ialah Sriwijaya Air, Nam Air, Trans Nusa, Xpres Air, dan Trigana. Sedangkan maskapai full service ialah Garuda Indonesia dan Batik Air.
Regulator, menurut Putu hanya mengatur pada sistem pelayanannya. Misalnya, untuk penumpang transit tapi masih dalam satu tiket pesawat atau perjalanan pada pesawat yang sama hanya dikenakan satu kali pembayaran bagasi.
"Bagasi penumpang yang tercatat itu terikat dengan tiket pesawat. Misalnya penumpang Jakarta - Jayapura transit di Makasar, hanya membayar satu kali , karena masih dalam satu.sektor atau satu tiket pesawat," tutur Putu.
Lain halnya bila penumpang transit ganti pesawat dan ganti tiket dikenakan tarif. "Karena kalau transit ganti pesawat dan tiket dihitungnya dua sektor," tuturny.
Karena itu kata Putu, regulator tidak bisa memberikan sanksi kepada maskapai yang menerapkan bagasi berbayar, meskipun oleh penumpang dinilai mahal karena tarif bagasi tercatat adalah hak penuh maskapai sesuai PM 185/2015.
Yang menjadi kewajiban maskapai saat akan menerapkan bagai berbayar ialah mengajukan proposal terkait standar operasional pelayanan (SOP) kepada regulator termasuk bila ada perubahan.
Putu menekankan, yang diatur regulator termasuk sanksinya hanya Tarif Batas Atas dan Bawah sesuai peraturan nomor PM 14/2016. Sedangkan bagasi tercatat tidak diatur dan diserahkan sepenuhnya kepada pihak maskapai.
Sebelumnya maskapai Citilink menunda penerapan bagasi berbayar sampai waktu yang belum ditentukan setelah adanya penekanan dari Komisi V DPR RI dan konsolidasi Ditjen Perhubungan Udara karena adanya kegaduhan dari sejumlah masyarakat.
Selain itu, Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyampaikan keluhannya dan dia mengaku sangat sedih karena penerapan bagasi berbayar akan menurunkan kinerjo sektor wisata
" Pastilah berpengaruh menurunkan pariwisata. Hitungannya simpel, karena 'price elasticity', jadi harga naik demand turun sudah pasti itu," kata Menpar Arie , Rabu (30/1/2019) di Jakarta. (Syam S)