IATA Minta India Tunda Kenaikan Biaya Bandara Tanpa Batas Waktu
Jumat, 06 Januari 2017, 21:02 WIB
Bisnisnews.id - Pemerintah Indonesia mungkin dapat mengambil hikmah dari kasus yang terjadi baru-baru ini, terkait International Air Transport Association (IATA) yang telah meminta pemerintah India untuk menunda kenaikan biaya bandara sebanyak 10% tanpa batas waktu.
Kenaikan biaya yang dilakukan oleh Pemerintah India tanpa konsultasi dan sosialisasi kepada stakeholder mungkin dapat dijadikan pembelajaran oleh Pemerintah Indonesia. Khususnya pemberitaan Bisnisnews.id Desember lalu tentang perangkat navigasi yang diakui jadul di sejumlah bandara dan menelan anggaran sebesar 2,275 triliun. Juga potensi kenaikan harga tiket Garuda Indonesia yang resmi melayani penerbangan Jakarta Mumbai (via Bangkok) sejak 12 Desember 2016.
Hal ini diawali dari laporan pertama yang masuk ke IATA pada tanggal 2 Desember 2016 dari koran Mint India bahwa harga tiket di negeri itu akan segera naik menyusul keputusan Kementerian Penerbangan yang meningkatkan biaya bandara sekitar 10% di seluruh penjuru.
Keputusan untuk menaikkan di atas Rs 8.500 cess per-penerbangan ini telah menampar penerbangan dalam negeri untuk mendanai skema konektivitas penerbangan pelayanan sipil daerah Udan. Biaya kenaikan navigasi rute, pendaratan dan biaya parkir akan berlaku untuk semua pesawat di negeri ini.
Maskapai penerbangan asing juga harus membayar lebih banyak uang untuk terbang di atas India. Karena lokasi geografisnya, India mendapat sejumlah besar pendapatan dalam hak pelintasan wilayah udara dalam mata uang asing. Semua penerbangan dari Asia Tenggara ke Timur Tengah dan Eropa, biasanya melewati India.
Biaya bandara mengambil porsi 7-10% biaya maskapai penerbangan. Kenaikan pemerintah India ini akan berdampak kenaikan biaya maskapai sekitar 1-1,5%.
IATA, yang mewakili 80% anggota lalu lintas udara termasuk Air India Ltd dan Jet Airways (India) Ltd, mengatakan kenaikan biaya seharusnya kenaikan dilaksanakan setelah konsultasi dengan semua pemangku kepentingan seperti dalam peraturan internasional.
"Seperti yang Anda sadari, biaya Bandara dan Layanan Navigasi Udara - ANS (Air Navigation Services) harus sejalan dengan ICAO (International Civil Aviation Organisation) terkait Konsultasi Pengguna, Biaya Kebutuhan, Transparansi dan Non Diskriminasi. Prinsip-prinsip inti ini telah hilang dari keputusan India untuk menaikkan biaya bandara dan ANS secara global, " tulis Blair Cowles, Direktur Regional, Operasi Keamanan dan Penerbangan, IATA Asia-Pasifik kepada Sekretaris Penerbangan Sipil, RN Choubey. Surat tersebut telah dimuat publik oleh IATA.
IATA mengatakan nilai penerbangan India sampai 2014 adalah 72 milyar dollar per tahun, atau 3,4% dari PDB. Manfaat langsungnya adalah terbukanya 8 juta pekerjaan dan manfaat tidak langsung yaitu induksi pengeluaran pariwisata, investasi infrastruktur dan perdagangan.
"Peningkatan biaya tanpa konsultasi yang tepat akan memiliki potensi berbahaya dalam mengikis keunggulan kompetitif dan prospek pertumbuhan industri pariwisata dan ekonomi yang lebih luas dari India," kata IATA dalam suratnya.
IATA mengatakan, setidaknya harus ada konsultasi empat bulan dan pemberitahuan revisi harus diberikan kepada perusahaan penerbangan dan organisasi perwakilan mereka.
Dalam pemberitaan Aviation Pro, seorang pejabat kementerian penerbangan sipil menyatakan tidak setuju dengan pengamatan IATA.
Secara off the record, ia mengatakan dalam satu dekade, biaya hanya meningkat sekali atau dua kali untuk pelayanan navigasi udara seperti menginstal radar hi-tech dan peralatan lain, yang akhirnya membantu membawa lebih banyak produktivitas untuk operasi penerbangan dan menghemat biaya pada akhirnya. (marloft)