INSA: Permendag 82/2017 Harus Dilaksanakan Secara Konsisten
Minggu, 11 Maret 2018, 17:53 WIBBisnisnews.id - Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) mendukung implementas Peraturan Menteri Perdagakangan (Permendag) No. 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang.
Regulasi itu, menurut Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, sejalan dengan program beyond cabotage yang diusungnya sejak 2012, setelah sukses mewujudkan asas cabotage yang tertuang dalam Inpres No. 05/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional Angkutan Laut Dalam Negeri yang telah mendorong investasi cukup signifikan dalam pengadaan kapal.
Permendag 82/2017, tutur Carmelita mewajibkan kegiatan ekspor Crude Palm Oil (CPO), batubara dan beras menggunakan angkutan laut yang penguasaannya di bawah perusahaan pelayaran nasional.
“Penggunaan kapal nasional pada aktivitas ekspor impor diharapkan mampu menekan defisit transaksi perdagangan ekspor impor, terutama untuk angkutan jasa dan asuransi angkutan laut,” jelas Carmelita Minggu (11/3/2018) ditengah-tengah acara santunan 1000 anak yatim dari berbagai panti asuhan di Jakarta dan Bogor di Terminal Penumpang Nusantara 1 dan 2 Tanjung Priok.
Dalam pernyataanya, Carmelita menjelaskan, pelayaran nasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal freight maupun service. Karena itu para pelaku usaha berharap implementasi PM No. 82/2017 dilakukan secara konsisten.
Selain itu, pelayaran nasional juga berharap dukungan penuh pemerintah dengan memberikan kebijakan yang bersifat equal treatment, seperti yang diterapkan negara lain terhadap industri pelayarannya.
Kementerian Perdagangan tutur Carmelita telah memfasilitasi para pelaku usaha melalui asosiasi terkaut. Seperti INSA, APBI dan GAPKI, untuk bersama-sama menyusun roadmap guna memetakan berapa besar volume cargo (batubara dan CPO ) yang akan diangkut setiap bulannya, negara tujuan ekspor, jenis, ukuran dan jumlah kapal yang harus disiapkan.
Program beyond cabotage, lanjutnya,
mendapat angin segar setelah pemerintah merilis Paket Kebijakan Ekonomi XV yang menyasar logistik nasional pada Juni tahun lalu. Salah satunya ialah pemberian kesempatan peningkatan peran dan skala usaha dengan kebijakan yang memberikan peluang bisnis untuk angkutan dan asuransi nasional dalam melayani angkutan ekspor impor.
" Kami para pelaku usaha mengapresiasi langkah pemerintah tersebut, diikuti terbitnya Permendag 82/2017," kata Carmelita.
Pelayaran nasional berkomitmen akan mengisi ketersediaan kapal secara bertahap baik secara kuantitas maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan pemilik barang agar kegiatan ekspor tidak terganggu.
Selerti diketahui, sejak asas cabotage diterapkan pada tahun 2005, jumlah kapal tumbuh mencapai 24.046 unit pada tahun 2016. Jumlah itu dibarengi dengan pertumbuhan perusahaan pelayaran nasional yang mencapai 3.363 perusahaan.
Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim mengatakan dalam mengimplementasi program beyond cabotage, pemerintah dan pelaku usaha dapat mencontoh kesuksesan penerapan asas cabotage.
“Kebijakan asas cabotage dapat menjadi tolok ukur untuk implementasi program beyond cabotage dalam rangka memberdayakan angkutan laut Indonesia,” ujar Budhi Halim.
Dengan kekuatan armada yang cukup besar, ungkapnya, pelayaran nasional mampu melayani distribusi kargo barang domestik ke seluruh Indonesia. Pada 2016, jumlah kargo domestik mencapai 621 juta ton dan seluruhnya dilayani oleh pelayaran nasional.
Sebagai wadah pelaku usaha pelayaran nasional yang kini tekah berusia 50 tahun, tutur Budi Halim, INSA juga terlibat aktif dalam program tol laut. INSA ikut sumbang gagasan yang relevan mengikuti perkembangan industri kemaritiman dan pelayaran, ketersedian muatan dan infrastruktur penunjang.
Para pelaku usaha pelayaran swasta nasional juga ikut mengambil peran dengan mengikuti tender tol laut sejak 2017. "Begitu juga pada tol laut di tahun ini," jelasnya.(Syam S)