Investor Hindari Pengembang Indonesia
Selasa, 20 Juni 2017, 18:03 WIBBisnisnews.id - Tiga dari tujuh saham Indonesia yang telah membeli rekomendasi dari analis adalah pengembang residensial dan semuanya telah turun setidaknya 16 persen tahun ini.
Penurunan suku bunga di Indonesia dan keputusan bulan lalu oleh Standard & Poor's untuk menaikkan rating ke investment grade, prediksinya akan menguntungkan pengembang properti dan bank di Indonesia tapi malah melemah karena harga yang melonjak menghalangi pembeli.
Indeks Konstruksi, Properti dan Real Estat Jakarta turun 5,8 persen tahun ini, menjadikannya kinerja terburuk di antara 9 indikator industri dalam benchmark ekuitas. Hal ini kontras dengan kenaikan 15 persen untuk saham finansial.
Harga properti residensial di 14 kota terbesar di Indonesia telah meningkat sebesar 58 persen dalam 10 tahun sampai kuartal pertama tahun 2017, menurut data bank sentral. Peningkatan di beberapa lokasi begitu tinggi sehingga keuntungan pembiayaan yang murah tidak akan cukup untuk menarik pembeli, menurut Jemmy Paul, manajer investasi di Sucorinvest Asset Management.
"Harga rumah di beberapa daerah berada jauh lebih tinggi daripada rata-rata," katanya. "Dalam beberapa kasus bisa lebih dari 2 kali lipat. Hal ini membuat penurunan suku bunga tidak berarti," katanya dikutip dari Straits Times.
Bank Indonesia melakukan pemotongan pada tahun lalu dengan menurunkan suku bunga enam kali, dan patokannya tidak berubah 4,75 persen sejak Oktober.
Saham Modernland Realty telah turun 23 persen tahun ini, sementara Intiland Development dan Lippo Cikarang masing-masing turun 16 persen dan 19 persen.
Milenium merupakan generasi terpenting bagi pengembang Indonesia saat ini karena sekitar setengah dari demografis ini pada usia prima untuk membeli rumah pertama atau mendapatkan upgrade pertama, namun kenaikan harga properti di banyak kota telah melampaui pertumbuhan pendapatan selama lima tahun terakhir, membuat perumahan tidak terjangkau, menurut Morgan Stanley.
Produk domestik bruto per kapita di Indonesia adalah 45,2 juta rupiah per tahun, menurut survei terakhir oleh badan statistik negara tersebut pada tahun 2015, sementara pendapatan per kapita rata-rata untuk Jakarta pada tahun 2014 adalah 174,8 juta rupiah. Itu dibandingkan dengan rata-rata harga apartemen di ibukota 32,1 juta rupiah per meter persegi, menurut laporan kuartal pertama oleh perusahaan jasa real estat Colliers International Group.
Agar tetap kompetitif, pengembang properti Indonesia perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan generasi milenium yang harus menghadapi kenaikan harga rumah, kata analis Morgan Stanley Mulya Chandra dan Nico Yosman pada sebuah laporan 8 Mei.
"Harga sudah agak stabil dalam satu sampai dua tahun terakhir, namun pertumbuhan upah belum bisa menyusul. Dengan lebih dari 5 kali pendapatan rumah tangga tahunan dan dengan tingkat bunga rata-rata sekitar 10-11 persen, perumahan tidak terjangkau banyak pembeli."
Bahkan sektor pilihan Morgan Stanley yaitu Bumi Serpong Damai dan Ciputra Development telah mengimbangi kenaikan Indeks Saham Gabungan 8,6 persen di tahun ini, dengan Bumi Serpong memperoleh 2,9 persen, sementara Ciputra telah merosot 13 persen.
Bagi Indra Mawira, manajer investasi di Panin Asset Management, perbedaan tersebut telah mendorongnya ke perusahaan properti yang berkinerja buruk dibandingkan dengan saham perbankan.
"Sementara banyak yang masih menahan sentimen negatif terhadap saham properti, saya rasa akan lebih menarik setelah turun," kata Mawira. "Harga saham di bank sebagian besar dalam keadaan baik, jadi saya akan menempatkan properti lebih berat sedikit, sementara saya akan bersikap netral terhadap bank." (marloft)