Israel Rencanakan Bangun Stasiun Trump Dekat Tembok Barat
Kamis, 28 Desember 2017, 12:44 WIBBisnisnews.id - Menteri transportasi Israel ingin menggali terowongan kereta api di bawah Kota Tua Yerusalem dan memberinya nama "Stasiun Trump" di sebelah Tembok Barat.
Yisrael Katz mengatakan bahwa dia ingin menghormati presiden AS karena keputusannya untuk mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel.
Tembok Barat adalah situs tersuci dimana orang Yahudi diijinkan untuk berdoa.
Terowongan kereta api dan stasiun kereta api yang diusulkan akan menjadi bagian perpanjangan jalur berkecepatan tinggi dari Tel Aviv yang akan dibuka tahun depan.
Penggalian Israel sebelumnya yang bekerja di sekitar kompleks di balik Tembok Barat, yang dikenal Muslim sebagai Haram al-Sharif (Tempat Suci) dan Yahudi sebagai Temple Mount, telah memicu demonstrasi Palestina.
Badan budaya PBB Unesco, yang telah menunjuk Kota Tua sebagai situs Warisan Dunia, juga telah menyatakan keprihatinannya tentang penggalian terowongan.
Katz mengatakan kepada surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth bahwa perpanjangan jalur Tel Aviv-Jerusalem adalah proyek nasional terpenting dari menteri transportasi.
Dia mengatakan bahwa dia telah menyetujui rekomendasi oleh komite Kereta Api Israel untuk membangun terowongan bawah tanah 3km dari stasiun Binyanei HaUma di Yerusalem Barat ke Tembok Barat, yang berada di Yerusalem Timur.
Dilansir dari pemberitaan BBC, terowongan itu akan memiliki dua stasiun sekitar 52m di bawah tanah yaitu stasiun "Pusat Kota", di mana jalan Jaffa dan King George berpotongan dan stasiun "Donald Trump Tembok Barat", di dekat jalan kuno di Kawasan Yahudi Kota Tua yang disebut Cardo.
"Kotel [Tembok Barat] adalah tempat paling suci bagi orang-orang Yahudi, dan saya telah memutuskan untuk memberi nama stasiun kereta yang menuju ke sana sebagai Donald Trump atas pengakuan dan keputusan berani bersejarahnya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel," Katz mengatakan hal tersebut.
Pernyataan Trump awal bulan ini, serta keputusannya untuk memulai persiapan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, dikecam oleh para pemimpin Palestina dan memicu demonstrasi kekerasan di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza.
Pekan lalu, negara-negara anggota PBB memilih di Majelis Umum untuk mendukung resolusi yang secara efektif membuat deklarasi AS tersebut tidak sah dan tidak berlaku lagi, dan menuntut agar dibatalkan.
AS menolak resolusi tersebut, dengan mengatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan haknya sebagai negara yang berdaulat, dan mengancam untuk memangkas bantuan keuangan ke negara-negara yang memilih resolusi.
Status Yerusalem tepat merobek jantung konflik Israel-Palestina.
Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukota abadi dan tak terbagi, sementara Palestina mengklaim Yerusalem Timur, yang diduduki oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967 sebagai ibu kota negara masa depan.
Kedaulatan Israel atas Yerusalem tidak pernah diakui secara internasional, dan sesuai dengan kesepakatan damai Israel-Palestina 1993, status terakhir Yerusalem dimaksudkan untuk dibahas dalam perundingan damai tahap akhir.
Sejak 1967, Israel telah membangun selusin permukiman, rumah bagi sekitar 200.000 orang Yahudi di Yerusalem Timur. Ini dianggap ilegal menurut hukum internasional, meski Israel membantahnya. (marloft)