Kasus Hukum, Satu Persatu Geser Ke Jokowi, Setelah HT dan Arief Siapa Lagi ...
Rabu, 09 Agustus 2017, 11:51 WIBBisnisnews.id-Dua politisi pedukung pendiri Partai Gerindra sekaligus Ketua Umum Prabowo Subijanto sebagai calon Presiden 2019, mulai bergeser. Yaitu Ketua Umum Perindo, Hary Tanoesodibjo (HT) dan Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono, keduanya mulai menyeberang ke kubu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Yang mengherankan, bergesernya politisi tersebut, ketika tersandung kasus hukum. HT bergeser ketika ditetapkan tersangka dalam kasus pengiriman dugaan ancaman melalui SMS dan Arief Poyuono juga demikian ketika dirinya dilaporkan ke Bareskrim Polri dalam penyataannya yang menyamakan 'PKI dengan PDIP.'
Arief Poyuono, sepertinya mengikuti jejak Bos MNC Group HT yang juga sama-sama tersandung kasus hukum. Wakil Ketua Umum Gerindra itu secara mengejutkan, menyanjung-nyanjung kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal sebelumnya, politisi ini sangat gemar mengkritisi pemerintah yang sedang bekuasa itu.
Arief mengaku sangat mengagumi kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama tiga tahun memimpin Indonesia. Jokowi dinilainya cukup sukses dalam berbagai sektor, penanganan sembako, infrastruktur, hingga penggunaan utang negara dan pengelolaan BUMN.
Kata Arief, sembako yang jadi kebutuhan masyarakat tersedia cukup banyak, terjangkau masyarakat di berbagai kalangan. Supply logistik, kata dia pemerintahan Jokowi berhasil menurunkan dwelling time dan melakukan pemberantasan pungli yang menjadi biaya ekonomi tinggi selama ini.
Pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur, pemerintahan Jokowi dinilainya cukup konsisten melakukan pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa sehingga memacu pertumbuhan ekonomi di atas lima persen.
Politisi Gerindra yang dilaporkan Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), Ormas sayap PDIP ke Bareskrim Polri atas pernyataannya yang 'menyamakan PDIP dengan PKI' beberapa waktu lalu. Ketika dirinya terserimpet lidah yang menyeret dirinya ke ranah hukum itu, tidak ada satupun tokoh maupun pejabat struktural Gerindra yang membelanya.
Bahkan Wakl Ketua DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Geridra Bidang Politik Fadli Zon buang badan. Fadli mengatakan kasus yang menjerat koleganya itu sebagai persoalan pribadi dan bukan suara partai.
Dengan santainya Fadli mengatakan, bahwa pernyataan Arief yang menyamakan PKI dengan PDIP adalah pribadi."Itu si bukan urusan kita. Pernyataan Arief sudah melebihi batas," jelas Fadli.
Nyaris sama dengan pernyataan bos MNC Group HT, Arief secara terbuka pada awak media mengatakan, Jokowi layak dipilih kembali sebagai Presiden yang kedua dalam Pilpres pada 2019 nanti. Rakyat akan pikir-pikir jika hendak memilih calon lain.
Kata Arief, rakyat tidak akan ragu memilih Jokowi sebagai Presiden jika nanti akan mencalonkan kembali sebagai Presden dalam Pilpres 2019. Sanjungan yang dilontarkan elit politik Gerindra itu sudah sangat berseberangan karena Gerindra pada 2019 mengusung kembali Ketua Umum-nya, Prabowo Subianto, sebagai Calon Presiden.
HT dalam acara Penganugerahan Kepala Daerah Inovatif Koran SINDO 2017 di Hotel Westin, Jakarta, Selasa (1/8/2017) yang juga dihadiri Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan mendukung Jokowi sebagai Calon Presiden pada Pilpres 2019 mendatang.
Sebelumnya, bos MNC Group telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan ancaman melalui media elektronik kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. HT kata Yulianto tiga kali mengirim pesan singkat yang benada ancama yaitu 5, 7, dan 9 Januari 2016.
Isinya yaitu, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."
Peluang Kekuasaan
Pergeseran dua elit politik dan pendukung Prabowo itu mengagetkan banyak pihak, namun menurut Direktur Eksekutif Voxvol Center Pangi Syarwi Chaniago bukan sesuatu yang luar biasa. Mungkin juga akan banyak lagi tokoh politik yang sebelunya menjauh akan ikut merapat cari selamat ke gerbong Jokowi, yang memang sedang bekuasa saat ini.
Kata Pangi, banyak faktor yang menyebabkan seorang politisi tiba-tiba bergeser, selain kasus hukum yang sedang menjeratnya. Tapi hitung-hitungan politik sudah sangat jelas, siapa yang sedang berkuasa itulah yang paling menguntungkan.
Kebetulan sekarang ini Jokowi sedang berkuasa, sesuatu yang wajar kalau tiba-tba dua tokoh itu berusaha bergeser, bukan sekadar mencari kekuasaan tapi perlindungan. Setidaknya, kasus hukum yang sedang menjeratnya bisa diredam.
"Apapun itu, faktor perlindungan dan kekuasaan menjadi hitung-hitungan para politisi. Karena pihak yang sedang bekuasa adalah yang paling banyak tahu ketimbang yang ada di luar kekuasaan," kata Pangi.
Terlepas dari kasus yang sedang menjerat kedua politisi, HT maupun Arief kata Pangi, kemungkinan sudah membaca peluang. Bahwa Jokowi sangat bepeluang terpilih kembali sebagai presiden pada Pilpres 2019 mendatang ketimbang Ketua Umum Grindra Prabowo Subijanto.
Bukan hanya HT dan Arief yang telah memberikan sinyal bakal mendukung Jokowi di Pilpres 2019 tapi juga elit politik lainnya. Sebut saja debut yang dimainkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. "Fahri mengatakan, lihat hasilnya pemerintahan yang sekarang, kalau ada calon presiden, kata Fahri harus ada ide baru," jelas Pangi.
Artiya, para politisi yang sebelumnya berada di luar pemerintahan dan cenderung menyerang sekarang berbalik dan mereka melihat ada peluang yang lebih besar bila mendukung Jokowi ketimbang Prabowo.
"Bahkan kita tahu,Koalisi Merah Putih yang didalamnya ada Prabowo sudah tinggal kenangan. Golkar dengan mudahnya langsung bergeser menyeberang mendukung pemerintahan Jokowi-JK," jelas Pangi
Koalisi Merah Putih yang awalnya begitu sibuk mengkiritisi pemerintahan Jokowi-JK, kini seperti tinggal kenangan. satu per satu merapat ke lingkaran kekuasaan. "Kalau yang tahan berpuasa, yah, mereka akan terus bertahan berada di luar pemerintahan, tapi tidak sedikit yang tidak kuat dan langsung merapat. Itulah politik," jelas Pangi.
Demikian juga dua tokoh politik HT dan Arief, dimana keduanya kebetulan sedang tersandung masalah hukum. Setidaknya, bila merubah warna, berbalik mendukung pemerintahan yang sedang berkuasa, kasus hukum yang sedang membelitnya bisa terbanti. "Walau kita tahu resikonya akan banyak kritikan pedas yang ditujukan kepada dua tokoh politik yang tiba-tiba menyeberang, tapi itu kan hanya sebentar 'Biarkan Anjing Menggonggong Kafilah Tetap Berlalu' dan itulah yang terjadi,"jelas Pangi.
Kendati demikian, kata Pangi, masih banyak juga tokoh politik yang benar-benar militan berjuang dari awal hingga akhir. Bukan sekadar kesamaan visi yang mereka bangun terhadap pemerintahan yang bekuasa tapi juga idealisme.
"Kalau ada di luar pemerintahan harus berpuasa, kalau yang tidak tahan yah pasti bergeser,"jelasnya. (Syam S)