Kasus Rolls Royce Jerat Pejabat Indonesia dan Thailand, Saham GA Kena Imbas
Kamis, 19 Januari 2017, 17:55 WIB
Bisnisnews.id - Indonesia saat ini menempati urutan ke-88 dari 168 negara dalam laporan tahunan Indeks Persepsi Korupsi Transparency International. Dengan nilai skor hanya 36 (paling tinggi 100), tingkat persepsi terhadap korupsi sektor publik di Indonesia dinilai buruk. Terbukti dari kasus suap internasional yang telah menyeret pejabat Indonesia baru-baru ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Emirsyah Satar, mantan CEO BUMN PT Garuda Indonesia, sebagai tersangka dalam kasus Rolls Royce.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK sedang menyelidiki kasus suap internasional yang terkait dengan pihak di beberapa negara Asia dan Eropa.
Mengomentari hal ini, Garuda Indonesia menyatakan bahwa kasus korupsi ini lebih terkait kepada tindakan individu dan bukan kegiatan perusahaan. Dan Garuda Indonesia sepenuhnya siap bekerja sama dengan penyelidik KPK, katanya.
Emir menjabat sebagai CEO Garuda Indonesia selama satu dekade hingga 2014 dan bertugas mengawasi restrukturisasi utang dan penawaran umum perdana yang memungkinkan perluasan armadanya menjadi 134 pesawat. Saat ini Emir menjabat sebagai pimpinan MatahariMall.com milik Grup Lippo.
Bahkan hari ini nilai saham Garuda Indonesia langsung merosot hingga 1,7 persen ke 348 rupiah pada pk 15:32 di Jakarta, sementara saham PT Matahari Department Store, yang memegang sekitar 10 persen saham di MatahariMall.com, naik 1,2 persen ke 14.875 rupiah.
Bersamaan dengan Indonesia, peluncuran penyelidikan juga dilakukan oleh pemerintah Thailand hari ini, terkait kasus suap jutaan dollar yang dilakukan Rolls Royce terhadap karyawan maskapai dan pejabat pemerintah.
Penyelidikan ini dilakukan setelah perusahaan pembuat mesin pesawat, Rolls Royce, setuju untuk membayar 808 juta dollar kepada pihak berwenang di Inggris, Amerika Serikat dan Brasil untuk menyelesaikan suap dan korupsi klaim.
Serious Fraud Office (SFO) di Inggris mengungkapkan bahwa Rolls-Royce telah menyuap Indonesia, Thailand, India, Rusia, Nigeria, China dan Malaysia selama lebih dari tiga dekade untuk memenangkan kontrak.
Seorang hakim Inggris pekan ini mengatakan bahwa ini merupakan kasus pelanggaran paling serius dalam hukum pidana di bidang suap dan korupsi, yang mendorong Rolls-Royce, yang bekerja sama dalam penyelidikan dan mengumumkan permintaan maaf kepada publik.
Dalam pernyataannya, CEO Rolls-Royce Warren East mengatakan, "Perilaku yang ditemukan dalam penyelidikan Serious Fraud Office dan otoritas lainnya, benar-benar tidak dapat diterima dan kami meminta maaf tanpa syarat untuk itu."
Tapi temuan ini jelas membuat tidak nyaman negara-negara penerima suap. Di Thailand, penyelidik menemukan uang sejumlah 36 juta dollar untuk suap dan insentif, yang dibayarkan antara tahun 1991 dan 2005 melalui perantara, termasuk agen dan karyawan Thai Airways guna membantu Rolls Royce memenangkan penawaran mesin pesawat.
Dalam pernyataannya di Bangkok Post, Thai Airways mengatakan bahwa perusahaan akan mengumpulkan informasi dari semua sumber untuk menyelidiki masalah secara menyeluruh, "Ketika semua fakta telah disusun dan ditinjau, maskapai akan menentukan tindakan yang tepat."
Sansern Poljiak, Sekjen Pengawas Komisi Anti-Korupsi Nasional mengatakan bahwa stafnya akan mencari informasi lebih lanjut dari pihak berwenang Inggris dan AS sebelum memulai penyelidikan mereka sendiri.
Dia memperingatkan bahwa beberapa tuduhan resmi oleh penyelidik di Inggris mungkin telah terjadi terlalu lama untuk bisa mengajukan tuntutan pidana, meskipun klaim kompensasi sipil masih bisa dibuat.
Data publik yang dirilis oleh Pengadilan Inggris tidak menyebutkan nama individu yang terlibat. (marloft/Syam Sk)