KCN Pengelola Pelabuhan Marunda Ingin Penyelesaian Damai Bukan Cari Keributan
Jumat, 13 September 2019, 21:17 WIBBisnisNews.id – Kisruh kepemilikan atas Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara masih belum menemukan titik terang. Upaya PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebagai operator pelabuhan yang mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas berbagai dugaan pelanggaran hukum yang dituduhkan oleh PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) masih menanti keputusan lembaga peradilan tertinggi itu.
‘’Dari awal kami selalu berusaha mencari jalan diluar pengadilan. Kami bukan menolak upaya perdamaian yang diajukan oleh KBN. Namun syarat yang mereka minta sulit untuk dipenuhi dan melanggar perjanjian awal yang kita tandatangani,’’ kata Dirut PT KCN Widodo Setiadi di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Dikatakan, sesuai dengan UU PT, KCN selalu mengedepankan mencari keuntungan bagi banyak orang, bukan mencari keributan buat banyak orang. “Sejauh ini, KCN juga menunaikan seluruh kewajibannya ke Pemerintah dan negara,” jelas Widodo.
Sementara, KBN justru menuduh KCN telah melakukan perampasan asset negara melalui skema konsesi atas pelabuhan Marunda, juga menuding KCN membangun pelabuhan tersebut diatas tanah milik KBN serta meminta KCN untuk membayar kerugian sebesar Rp773 miliar atas keputusan pengadilan sebelumnya serta masih banyak lagi tudingan yang dilemparkan oleh KBN yang memiliki 15% porsi saham di KCN.
‘’Sejak awal KBN mencari mitra bisnis dibidang kepelabuhanan, namun kenapa sekarang setelah pier 1 sudah beroperasi dan pembangunan pier 2 sedang berjalan, KBN menuduh kami sebagai lawan bisnis yang mencuri asset negara,’’ papar Widodo.
Pada 2013, KBN bisa menunjuk jaksa pengacara negara (JPN) untuk melakukan mediasi atas persoalan yang ada. “Tapi tahun lalu, KBN menggugat KCN, Kemenhub dan KTU, jadi yang tidak punya itikad baik siapa,” lanjut Widodo.
Dikatakan sejak awal tender pembangunan Pelabuhan Marunda pada 2004, KBN mencari mitra bisnis untuk membangunan seluruh dermaga pelabuhan. Saat itu, tidak banyak perusahaan yang mau terlibat dalam pembangunan tersebut.
Hanya PT Karya Tekhnik Utama yang mengajukan diri dan akhirnya menjadi pemenang tender. “Tak heran kalau cuma segelintir perusahaan yang mau mengikuti tender karena pembangunan pelabuhan membutuhkan modal yang cukup besar,” jelas Widodo.
Ini Tuntutan Pihak KBN
Saat tengah menanti kasasi MA, menurut Widodo, KBN sempat mengajukan 5 persyaratan bila KCN ingin berdamai. Pertama, KBN menginginkan porsi kepemilikan saham di KCN berubah masing-masing menjadi 50% oleh KBN dan KTU. Dalam perjanjian awal disepakati KTU memiliki saham mayoritas hingga 85%, karena harus menanggung seluruh biaya pembangunan dermaga 1 hingga 3, biaya pengurusan izin yang menjadi kewajiban KBN, termasuk jika terjadi cost overrun. Sisa saham 15%, dimiliki oleh KBN dengan tanpa setor modal dan tidak akan mengalami dilusi.
Kedua, KBN meminta untuk membatalkan skema konsesi, padahal KCN menjalankan skema konsesi sesuai dengan persyaratan UU yang diberikan oleh regulator yakni Kementerian Perhubungan dan diatur dalam UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Skema konsesi juga tidak bisa dibatalkan saat ini, karena permasalahan ini sedang menanti keputusan Kasasi dari Mahkamah Agung.
Ketiga, KBN meminta 50% kepemilikan atas pier 2 dan seluruh pier 3 menjadi milik KBN. Padahal pembangunan atas pier 1 dan saat ini pembangunan pier 2 sudah memasuki tahap 30%, sepenuhnya dibiayai oleh KTU yang telah mengeluarkan biaya sekitar Rp3 triliun.
Bahkan sesuai rekomendasi Kemenkopolhukam dan Satgas Percepatan & Efektivitas Pelayanan Ekonomi (POKJA IV) yang menangani kasus ini, KCN konsisten menyelesaikan pembangunan seluruh dermaga.
Keempat, KBN akan mengenakan biaya sewa atas dermaga pier 1 yang telah selesai dibangun oleh KCN dan bahkan telah beroperasi sebagian. Kelima, KBN meminta KCN untuk membayar sebesar Rp773 miliar, sesuai dengan putusan Pengadilan.(helmi)