KCN Tak Pernah Ajukan Jalur Damai ke KBN Terkait Kasus Pelabuhan Marunda
Selasa, 10 September 2019, 15:15 WIBBisnisNews.id – PT Karya Citra Nusantara (KCN) tidak pernah menempuh jalur damai, dalam kasus pengelolaan Pelabuhan Maruda dengan pihak PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Dengan tegas KCN secara tegas menyatakan tidak pernah menempuh jalur damai.
Keenganan KCN sebagai anak usaha yang menjadi operator pelabuhan Marunda ini, bukan tanpa alasan. Pasalnya, seluruh syarat yang diajukan KBN sangat tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan perjanjian awal kerja sama yang ditandangani oleh PT Karya Teknik Utama (KTU) dan KBN pada 2005.
Begitu siaran resmi KCN yang diterima BisnisNews.id di Jakarta, Selasa (10/9/2019). KCN tetap pada pendirian semula, dengan menempuh jalur hukum, ditingkat kasasi di MA yang kini tengah berjalan.
Pertama, KBN menginginkan porsi kepemilikan saham di KCN berubah masing-masing menjadi 50% oleh KBN dan KTU. Dalam perjanjian awal disepakati KTU memiliki saham mayoritas hingga 85%, karena harus menanggung seluruh biaya pembangunan dermaga 1 hingga 3, biaya pengurusan izin yang menjadi kewajiban KBN, termasuk jika terjadi cost overrun.
Sisa saham 15%, dimiliki oleh KBN dengan tanpa setor modal dan tidak akan mengalami dilusi. Kepemilikan atas saham minoritas ini sebagai good will atas kerja sama pembangunan pelabuhan yang berada di garis pantai sepanjang 1.700 m dari Cakung Drain hingga sungai Blencong serta atas kewajiban KBN untuk menyediakan akses jalan ke wilayah pelabuhan. Garis pantai ini merupakan batas darat wilayah KBN, sedangkan pembangunan dermaga pier 1 hingga 3 dilakukan diatas perairan yang telah direvitalisasi oleh KCN.
‘’Bila KBN ingin meningkatkan porsi kepemilikan saham, mereka harus terlebih dahulu membayar kekurangan atas tambahan setoran modal yang sebesar 35%, kami sudah menunggu selama 15 bulan, namun hingga jangka waktu yang ditentukan KBN tidak mampu membayar dan kementerian BUMN sebagai pemilik saham mayoritas di KBN juga melarang peningkatan porsi saham itu,’’ papar Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi.
Lebih lanjut Widodo memaparkan, dalam klausul kerja sama KBN juga tidak diperkenankan mengeluarkan biaya atas proyek pembangunan pelabuhan yang sedang dijalankan oleh KTU. Kedua, KBN meminta untuk membatalkan skema konsesi, padahal KCN menjalankan skema konsesi sesuai dengan persyaratan UU yang diberikan oleh regulator yakni Kementerian Perhubungan dan diatur dalam UU no.17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Skema konsesi juga tidak bisa dibatalkan saat ini, karena permasalahan ini sedang menanti keputusan Kasasi dari Mahkamah Agung.
Ketiga, KBN meminta 50% kepemilikan atas pier 2 dan seluruh pier 3 menjadi milik KBN. Padahal pembangunan atas pier 1 dan saat ini pembangunan pier 2 sudah memasuki tahap 30%, sepenuhnya dibiayai oleh KTU yang telah mengeluarkan biaya sekitar Rp 3 triliun, bahkan sesuai rekomendasi Kemenkopolhukam dan Satgas Percepatan & Efektivitas Pelayanan Ekonomi (POKJA IV) yang menangani kasus ini, KTU konsisten menyelesaikan pembangunan seluruh dermaga.
‘’Permintaan KBN atas pier 2 dan 3, sangat aneh karena yang membangun adalah KTU tanpa sedikitpun menggunakan uang negara baik melalui APBN maupun APBD, yang dibangun di atas perairan dengan revitalisasi yang juga telah mendapat izin dari regulator Kepelabuhanan sesuai dengan tujuan pembangunan ini’’ tegas Widodo.
Keempat, KBN akan mengenakan biaya sewa atas dermaga pier 1 yang telah selesai dibangun oleh KTU dan bahkan telah beroperasi sebagian ‘’Persyaratan ini sangat mengada-ada dan tanpa dasar hukum sama sekali, mereka meminta sewa atas lahan yang bukan miliknya dan bangunan yang tidak pernah mereka bangun,’’ papar Widodo.
Dengan persyaratan ini, kami semakin yakin keberadaan pelabuhan Marunda ini akan menjadi sangat strategis kedepannya, sehingga KBN sangat ngotot ingin mendapatkan seluruh pelabuhan ini dengan cara yang tidak adil, tanpa sedikitpun mengeluarkan biaya, kami akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dari negara, KTU ingin memberi sumbangan yang terbaik bagi pembangunan infrastruktur tol laut dalam memajukan poros maritime di Indonesia, tegas Widodo.
Kelima, KBN meminta KCN untuk membayar sebesar Rp 773 miliar, sesuai dengan putusan Pengadilan. ‘’Sepanjang masih menanti keputusan Kasasi, tidak ada satupun putusan dari pengadilan sebelumnya yang bisa dieksekusi karena belum inkrah atau belum memiliki kekuatan hukum tetap, jadi seluruh persyaratan yang diajukan oleh KBN tidak bisa kami terima,’’ tegas Widodo.(helmi)