Kebijakan Penerapan AIS Jangan Buat Pelayaran Bangkrut ?
Kamis, 25 Juli 2019, 13:44 WIBBisnisnews.id -- Pengamat maritim dan Direktur Namarin Institut Siswanto Rusdi mengatakan, penerapan Automatic Identification System (AIS) itu baik, tapi Pemerintah Indonesia tetap harus bijak dan melihat kondisi riil di lapangan. Jangan sampai memberatkan bahkan membuat kinerja usaha pelayaran makin kacau bahkan bangkrut.
"Sesuai aturan IMO, IAS itu diwajibkan pada kapal-kapal ocean going atau berlayar ke luar negeri. Sementara, di Ditjen Hubla justru diperluas sampai kapal-kapal kecil 15-30 GT bahkan kapal-kapal ikan," kata Siswato menjawab Bisnisnews.id di Jakarta, Kamis (25/7/2019).
Jika kebijakan itu diterapkan secara ketat, Namarin khawatir justru bisa memberatkan dunia usaha khususnya perusahaan pelayaran di Tanah Air. "Bagi mereka yang modalnya kecil, tentu tidak mudah membeli peralatan AIS seharga Rp9 juta sampai Rp15 juta/ unit. Sementara, fakta saat ini masih banyak kapal yang belum dilengkapi radio yang nota bene lebih murah harganya," sebut Siswanto lagi.
Menurut akademisi Universitas YAI Jakarta itu, bagi perusahaan kecil atau kapal-kapal ikan, bisa jadi tidak realistis jika harga memasang AIS. Pasalnya, harga peralatan AIS justru lebih mahal dibandingkan harga kapalnya. "Aneh kalau di lapangan yang terjadi justru seperti ini," papar Siswanto.
Oleh karena itu, Namarin mengusulkan agar AIS diterapkan secara bijak. menegakkan aturan keselamatan pelayaran itu mutlak harus dilakukan. Tapi tidak harus dengan menerapkan atau mengaplikasikan AIS yang mahal harganya itu.
"AIS itu hanya satu interumen navigasi pelayaran di kapal. Jika tujuannya untuk menghindari terjadinya tubrukan kapal besar dan kapal kecil di laut. Jika itu ingin menghindari tabrakan, maka bisa dengan mengoptimalkan fungsi kompas, radar dan lainnya," terang Siswanto.
Selanjutnya, menurut dia, bisa dengan mengoptimalkan crew kapal sesuai jam jaga mereka. Apalagi, untuk mendeteksi posisi kapal lait bsa dengan teropong bahkan penglihatan secara visual. Dengan optimalisasi alat dan SDM di kapal, maka keselamatan pelayaran bisa dioptimalkan.
"Dan yang pasti, perlu dilakukan optimalisasi peran Syahbandar di Pelabuhan. Sebelum surat persetujuan berlayar (SPB) diterbitkan, mereka mengecek dan memastikan semua alat dan fungsi di kapal tetap dalam kondisi prima," tegas Siswanto.
Aktif Sosialisasi AIS
Baca Juga
Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) melalui Distrik Navigasi Kelas I Belawan mengadakan sosialisasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.7 Tahun 2019 Tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS) bagi kapal yang belayar di wilayah Perairan Indonesia.
"Sosialisasi AIS digelar di Terminal Penumpang Bandar Deli, Belawan, Aumatera Utara, kemarin.Langkah itu dilakukan dalam rangka optimalisasi fungsi layanan Telekomunikasi Pelayaran Ditjen Perhubungan Laut terkait pemberian informasi kenavigasian guna menunjang keselamatan pelayaran," sebut @ditjen hubla di Jakarta.
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 7 Tahun 2019 ini mengatur tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia serta pengawasan pengaktifan AIS tersebut, yang akan diberlakukan secara efektif pada tanggal 20 Agustus 2019.
"Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri tersebut, maka seluruh kapal berbendera Indonesia serta Kapal Asing yang berlayar di Perairan Indonesia wajib untuk memasang dan mengaktifkan AIS serta berkewajiban memberikan informasi yang benar," ujar Abdul Aziz di Medan Kamis (25/7/2019).
Oleh karena itu, menjlang penerapan aplikasi AIS itu semua pihak terkait khususnya perusahaan pelayaran tahu dan paham begitu mengenai aturan ini. Tujuannya adalah meningkatkan keselamatan pelayaran. (helmi)