Kegagalan Pengereman Banyak Terjadi Di Jalan Menurun Panjang
Selasa, 10 September 2019, 19:01 WIBBisnisNews.id -- Kegagalan pengereman pada system rem kendaraan bermotor (KB) saat ini lebih didominasi pada kesalahan prosedur pengoperasian KB. Kegagalan pengereman seringkali terjadi pada jalan menurun dan panjang. Kasus kecelakaan di jalan menurun panjang pernah terjadi seperti di tanjakan Emen Subang dan KM 91 ruas Tol Cipularang, Purwakarta, Jawa Barat.
"Kemudian pengemudi yang tidak memahami jalan atau yang tidak memahami system pengereman akan menggunakan gigi tinggi pada jalan menurun untuk memperoleh tenaga yang paling efisien yaitu tenaga maksimal dengan konsumsi bahan bakar terendah," kata investigator senior KNKT Achmad Wildan, ST, MT dalam paparannya di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Setelah kecelakaan beruntun melibatkan 21 kensaraan di km 91 (2/9/2019). Hari ini jam 14.30 kembali terjadi kecelakaan maut dengan korban dua orang meninggal dunia.
"Kita masih berdiskusi, lintas organisasi, semua membuat analisis, dan saat kami sedang membahas peristiwa maut tersebut, belum lagi kita beranjak dari tempat duduk kejadian yg sama terjadi lagi di tempat yang sama," kata Wildan lagi.
Melanjutkan analisisnya, sebut Wildan, pada zona ini (hijau) secondary brake tidak bekerja. Artinya untuk mengurangi laju kendaraan hanya bertumpu pada rem utama. Rem utama yang bekerja sendiri pada jalan menurun dan kecepatan tinggi akan berpotensi terjadi overheat.
"Pada saat ruang tromol mengalami overheat, maka permukaan kampas akan menjadi licin dimana koefisien gesek = 0, hal inilah yang selanjutnya dirasakan oleh pengemudi sebagai “rem blong”, jelas alumni STTD itu .
Penggunaan Safety Brake
Sementara, terkait kegagalan penggunaan safety brake pada system FAB lebih, menurut Wildan, disebabkan karena 2 (dua) faktor yaitu :
"Faktor kendaraan, dimana spelling kemudi kendaraan bersangkutan dibawah standar sehingga pengemudi tidak dapat mengontrol secara penuh arah roda ataupun posisi camber dan caster pada roda tidak seimbang yang menyebabkan roda cenderung bergerak ke salah satu arah, atau bergerak liar saat dilakukan pengereman," papar Wildan.
Pada kasus ini, menurut putra Tegal itu, maka jika rem tangan ditarik sekalipun perlahan maka arah kendaraan akan berubah.
Kemudian faktor manusia, menurut Wildan, juga ada perannya. Dimana pengemudi tidak memahami fungsi ini lalu kemudian menarik secara penuh rem tangan pada saat kendaraan melaju dalam kecepatan tinggi.
"Hal ini bisa mengakibatkan kendaraan terpelanting karena roda depan dan roda tengah berhenti berputar sementara roda belakang terus melaju dengan kecepatan sebelumnya," kilah Wildan.
Pemahaman Pengemudi tentang Jalan
Menurut Wildan, pengemudi yang memahami jalan dan lingkungan serta mematuhi peraturan akan jauh lebih baik dan berkurang resiko terjadi kecelakaan. "Banyak kecelakaan kasus rem blong disebabkan pengemudi tidak paham jalur yang dilewati sehingga salah mempergunakan persnelling gigi, seperti kasus truk di FO Kretek, kasus bus pariwisata di Lembang, kasus Rosalia Indah di Purbalingga serta kasus Handoyo di Belik," papar Wildan.
Dikatakan, pemahaman pengemudi tentang system yang bekerja pada kendaraan bermotor sangat penting bagi seorang pengemudi untuk memahami system yang bekerja pada kendaraan yang dikemudikannya diantaranya adalah system rem ini. "Kesalahan penggunaan prosedur mengemudi akan berakibat fatal," urai kandidat Doktor di Universitas Tarumanegara itu.
"Contoh kasus ini adalah kasus Emen dan kasus Cikidang yang keduanya menimbulkan korban jiwa yang cukup banyak," tandas Wildan.
Selanjutnya, resiko dari pengemudi adalah sebagaimana disebutkan diatas, pertama dia tidak memahami jalan. Kedua, tidak memahami cara kerja kendaraan bermotor yang dikemudikan. "Akibatnya, dia melakukan kesalahan prosedur dalam mengemudi yang berakibat fatal diantaranya kegagalan rem," tegas Wildan.(helmi)