Kemandirian Energi di Indonesia Sampai 2025
Sabtu, 24 Agustus 2019, 10:14 WIBBisnisNews.id -- Cetak biru Pengelolaan Energi Nasional 2006 - 2025 sesuai Perpres No.5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) mentargetkan bauran energi dimana energi baru terbarukan meningkat dari 6,20% menjadi 17 %, yang dibagi dalam bahan bakar nabati 7%, panas bumi 5%, surya dan angin 5% dan batu bara cair 2%.
"Sementara itu sumber daya alam fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batu bara turun menjadi 83% dimana komposisi nya adalah gas bumi 30%, minyak bumi 20% dan batu bara 33%," kata pengamat energi M Ibnu Fajar di Jakarta.
Menurutnya, kemandirian energi adalah kondisi dimana negara memiliki posisi tawar yang kuat dalam menjaga pasokan energi nasional yang berdampak kepada ketahanan nasional.
Baca Juga
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa pemanfaatan energi yang berasal dari sumber daya fosil masih sangat besar dan masih menjadi faktor penentu dalam menuju kemandirian energi.
Maka dapat dikatakan bahwa kemandirian energi ekivalen dengan kemandirian migas dan batubara, minimal sampai dengan tahun 2025.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana pengelolaan sumber daya energi fosil saat ini? Dan apakah sudah "on the right track" dalam rangka mencapai kemandirian energi?
Kemandirian Energi yang terkait dengan kemandirian subsektor migas minus batubara yang masih menjadi sumber energi utama masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan data dari kementerian ESDM bahwa realisasi produksk minyak mentah rata rata harian mencapai mencapai sekitar 750.000 BOPD (Barrel Oil Per Day). Sementara, produksi Gas Bumi rata rata harian mencapai 7.300 MMSCFD (juta standar kubik feet per hari), yang apabila dijumlah menjadi 2.100.000 BOEPD (barrel oil equivalent per day).
Mengacu kepada kebutuhan bahan bakar minyak nasional sebesar 1.6 juta barrel per hari maka logikanya kebutuhan energi fosil 100% dapat dipenuhi dari produksi migas dalam negeri tanpa harus import bahan bakar minyak.
"Namun, total produksi migas sebesar 2.1 juta BOEPD terdiri dari minyak mentah dan gas bumi. Untuk itu konversi bahan bakar minyak ke gas bumi harus menjadi prioritas pemerintah dalam mengurangi import bahan bakar minyak," jelas Ibnu.
Dimulai Industri Besar
Pemanfaatan Gas Bumi ini dapat dimulai dari industri besar dan menengah serta pembangkit listrik yang masih menggunakan minyak solar sebagai sumber energinya.
Oleh karenanya, pembangunan Infrastruktur jaringan transmisi, distribusi, dan fasilitas penyimpanan gas bumi serta pemanfaatan gas alam terkompresi (CNG) harus segera didorong oleh pemerintah guna mengatasi kendala transportasi dan distribusi gas bumi dari sumber gas bumi ke konsumennya.
Di Amerika Serikat, pemanfaatan gas bumi untuk bahan bakar kendaraan sudah diimplementasikan bahkan sudah ada stasiun pengisian bahan bakar khusus LNG.
Memang dari sisi keekonomian pemakaian LNG untuk bahan bakar masih sebatas untuk kendaraan dalam ukuran besar karena untuk sedan dianggap belum ekonomis.
"Tapi tentu ini dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak khususnya pada kendaraan truk, bus dan alat berat lainnya. Sedangkan untuk kendaraan yang lebih kecil seperti mobil dan motor sudah harus di dorong untuk menggunakan energi listrik," tegas Ibnu.(helmi)