Kemenhub Identifikasi Lima Titik Rawan Monopoli Pelaksaaan Tol Laut di Indonesia
Jumat, 01 November 2019, 19:10 WIBBisnisNews.id -- Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Dirlala) Ditjen Perhubungan Laut, Kemenhub, Capt Wisnu Handoko, menjelaskan setidaknya ada lima faktor yang berpotensi menjadi celah monopoli dalam pelaksanaan program tol laut di Indonesia beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat mengungkapkan kejengkelannya dalam rapat kabinet terbatas lantaran proyek tol laut yang menjadi andalan untuk pemerataan harga, justru dikuasai oleh sektor swasta nasional.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, juga tak menampil sinyalemen yang berkembang di masyaralat itu. Dia tak memungkiri ada sejumlah oknum yang menguasai pasar. Jalur yang mereka gunakan terpusat di Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Capt Wisnu, potensi monopoli pertama, ada oknum shipper atau forwarder yang menguasai booking order untuk sewa kontainer pengiriman ke berbagai daerah di Indonesia. Hal itu bisa terjadi di seluruh wilayah Indonesia yang dilayani tol laut.
"Jadi shipper atau forwarder biasanya menguasai booking order kontainer. Bisa pakai nama berbeda-beda, tetapi sebetulnya sama saja," kata Capt Wisnu, di Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Modus kedua, lanjut dia, adalah adanya forwarder yang bisa secara bersamaan menjadi penerima. "Nah, ini kan otomatis kan ada korelasi, kok bisa pakai itu terus jasanya," ujar Capt Wisnu.
Faktor ketiga, yaitu pada satu perusahaan operator pelayaran, forwarder yang melayani hanya itu-itu saja. Shipper itu seolah menutup kerjasama dengan para forwarder lain yang tidak memiliki perjanjian khusus.
"Kecenderungan kalau itu-itu saja (forwarder-nya), harga jadi tinggi karena tak ada pilihan lagi. Misalnya di Dobo, yang layani satu forwarder saja. Harga jadi naik terus. Padahal secara relatif biaya pelabuhannya tidak mengalami kenaikan," tutur Capt Wisnu.
Faktor keempat, yang membuat angkutan laut dimonopoli swasta, yakni hanya terdapat satu koperasi TKBN yang melayani di dalam satu pelabuhan. "Ini yang selama ini kita selalu kritisi di pelabuhan hanya ada 1 TKBM karena tidak ada kompetisi, akhirnya biaya tinggi. TKBM minta biaya tambahan bisa di luar cargo handling dan sebagainya hingga Rp1 juta," ujar Capt Wishnu.
Kemudian, faktor kelima adalah conseignee atau pengirim barang yang sudah mendapat barang banyak, seharusnya bisa menjual barangnya dengan harga yang lebih murah karena pengirimannya sudah disubsidi Pemerintah.
"Misal disubsidi 20 persen, disparitas turunnya harusnya juga segitu lah (20 persen). Masalahnya, untuk conseignee-conseignee yang borong, kami rasa dia tidak menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar," pungkasnya.
Sebelumnya, Kemenhub mencatat ada empat trayek pengiriman barang via tol laut yang berpotensi dimonopoli oleh perusahaan swasta, antara lain trayek Tanjung Priok-Namlea, Tanjung Priok-Dobo, Tanjung Priok-Saumlaki, dan Tanjung Priok-Wasior.
Tabun 2020 mendatang Kemenhub mengalokasikan dana subsidi tol laut sebesar Rp436 miliar. Sedang trayek tol yang akan dijangkau mencapai 24 ke seluruh wilayah 3TP. Program tol laut yang disubsidi APBN ini diharapkan bisa menekan disparitas harga antardaerah sekaligus menggerakkan ekonomi di daerah di Tanah Air.(helmi)