Kenaikan Iuran BPJS Akan Picu Tunggakan yang Lebih Masif
Kamis, 31 Oktober 2019, 06:02 WIBBisnisNews.id-- Kenaikkan iuran BPJSKes sebesar 100 persen, untuk semua kelas akhirnya diteken Presiden Jokowi. Jika dilihat dari sisi, kenaikan tersebut bisa menjadi solusi atas defisit finansial BPJSKes. Namun jika dilihat dari aspek yang lebih luas, kebijakan ini bisa memicu hal yang kontra produktif bagi BPJSKes itu sendiri.
Ada dua hal yang bisa memicu fenomena kontra produktif, yakni: pertama, akan memicu gerakan turun kelas dari para anggota BPJKes, misalnya dari kelas satu turun ke kelas dua dan seterusnya. Kedua, akan memicu tunggakan yang lebih masif, khususnya dari golongan mandiri, yang saat ini tunggakannya mencapai 46 persenan.
"Jika kedua fenomena itu menguat, maka bisa menggegoroti finansial BPJSKes secara keseluruhan," kata Ketua YLKI Tulus Abadi di Jakarta, kemarin.
Seharusnya, kata Tulus, sebelum menaikkan iuran BPJSKes, pemerintah dan managemen BPJSKes melakukan langkah langkah strategis, seperti:
Melakukan cleansing data golongan PBI. Sebab banyak peserta PBI yang salah sasaran; banyak orang mampu yang menjadi anggota PBI. Di lapangan, banyak anggota PBI yang diikutkan karena dekat dengan pengurus RT/RW setempat.
"Jika cleansing data dilakukan secara efektif, maka peserta golongan mandiri kelas III langsung bisa dimasukkan menjadi peserta PBI. Dari sisi status sosial ekonomi golongan mandiri kelas III sangat rentan terhadap kebijakan kenaikan iuran," jelas Tulus.
Mendorong agar semua perusahaan menjadi anggota BPJSKes, atau melakukan audit perusahaan yang memanipulasi jumlah karyawannya dalam kepesertaan BPJSKes. "Sampai detik ini masih lebih banyak perusahaan yang belum mendaftarkan karyawannya sebagai anggota BPJSKes dari pada yang sudah menjadi anggota," papar Tulus.
Selanjutnya, usul YLKI, Pemerimtah mengalokasikan kenaikan cukai rokok secara langsung untuk BPJSKes. Baru saja Menkeu menaikkan cukai rokok sebesar 25 persen. Kenaikan cukai rokok urgent dialokasikan karena dampak eksternalitas negatif rokok, seharusnya dialokasikan untuk penanggulangan aspek preventif promotif produk yang dikonsumsinya.
"Jika ketiga point itu dilakukan maka secara ekstrim kenaikan iuran BPJSKes tidak perlu dilakukan. Atau setidaknya tidak perlu naik sampai 100 persen," kilah Tulus Abadi.
Pelayanan Prima
Pasca kenaikan iuran ini, menurut Tulus, YLKI meminta pemerintah dan managemen BPJSKes untuk menjamin pelayanan yang lebih prima dan handal. Tidak ada lagi diskriminasi pelayanan terhadap pasien anggota BPJSKes dan non BPJSKes, tidak ada lagi faskes rujukan yang menerapkan uang muka untuk pasien opname.
"YLKI juga mendesak pihak faskes, khususnya faskes rujukan untuk meningkatkan pelayanan, dengan cara melakukan inovasi pelayanan di semua lini, baik layanan di IGD, poli klinik dan instalasi farmasi," tegas Tulus.(helmi)