Keselamatan Pelayaran Merah Putih Diakui Dunia, Indonesia Kembali Masuk Whit List Tokyo MoU
Senin, 05 Mei 2025, 11:18 WIB
BISNISNEWS.id - Hasil pemeriksaan Port State Control (PSC) di kawasan Asia-Pasifik, terdapat 32 kapal dari 748 kapal berbendera Indonesia yang mengalami detensi dalam tiga tahun terakhir ini (2022-2024) atau masih di bawah ambang batas maksimal 40 kapal.
Secara rinci, berdasarkan laporan Annual Report On Port State Control in the Asia-Pacific Region tahun 2024 terjadi peningkatan perbaikan keselamatan pelayaran.
Selama 2024, jumlah kapal berbendera Indonesia yang mendapatkan status detensi adalah 9 kapal dari 234 pemeriksaan (3,85%), turun dari tahun 2023 yaitu sebanyak 13 kapal dari 255 pemeriksaan (5.10%) dan 2022 sebanyak 10 kapal dari 259 pemeriksaan (3,86%).
Angka ini masih di bawah ambang batas maksimal yaitu 40 kapal dan dipengaruhi oleh banyak sedikitnya total jumlah kapal yang mendapatkan pemeriksaan PSC.
Artinya, selama pemeriksaan PSC di setiap pelabuhan negara-negara anggota Tokyo Memorandum of Understanding (Tokyo MOU) kapal berbendera Indonesia dinilai baik dan compliance terhadap aturan dan konvensi IMO.
Dengan data tersebut, Indonesia kembali masuk dalam White List Tokyo MoU yang menunjukan pengakuan dunia internasional terhadap kinerja kapal-kapal berbendera Indonesia.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi mengatakan masuknya Indonesia dalam White List Tokyo MoU merupakan wujud kepercayaan dunia internasional terhadap aspek keselamatan dan kenyamanan pelayaran Indonesia.
“Hasil ini menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tentunya hal ini harus dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan,” tegasnya,
Berbagai upaya, lanjut Antoni,turut dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam menjaga performa kapal Indonesia yang berlayar Internasional untuk mempertahankan status White List ini, antara lain dilakukan melalui instruksi Direktur Jenderal Perhubungan Laut agar kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar ke luar negeri harus diperiksa oleh Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal bersama dengan Pejabat Pemeriksa Kelaiklautan dan Keamanan Kapal Asing (Port State Control Officer atau PSCO) dan/atau Surveyor dari Organisasi yang Diakui (Recognized Organization) sebelum diterbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
“Sedangkan terhadap pemilik dan/atau operator yang kapalnya mengalami detensi di luar negeri, diberikan sanksi berupa teguran, penurunan daerah pelayaran kapalnya, hingga pembekuan Document of Compliance (DOC) jika ditemukan pelanggaran berat,” tambahnya.
Selain itu, upaya lain yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut adalah mendelegasikan Direktorat Perkapalan dan Kepelautan untuk selalu memberikan pendampingan dan melakukan evaluasi secara menyeluruh bagi perusahaan yang kapalnya mengalami detensi, salah satunya dengan mengirimkan pejabat pemeriksa keselamatan kapal secara langsung ke kapal untuk memastikan awak kapal dapat memenuhi semua temuan yang didapatkan oleh petugas Port State Control di luar negeri.
Antoni berharap dengan masuknya kembali ke kategori white list, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai negara maritim di tingkat global, serta menarik lebih banyak investasi dalam sektor pelayaran di tanah air.
“Kedepannya, Kementerian Perhubungan akan terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan keselamatan maritim demi kepentingan masyarakat dan ekonomi nasional. Prestasi ini juga dapat membantu Indonesia dalam mempertahankan posisinya dalam keanggotaan IMO kategori C,” tutupnya. (Syam)