KONI DKI Jakarta Retak, Barometer Olahraga Nasional Terkoyak
Selasa, 16 Mei 2017, 22:56 WIBOleh: Gungde Ariwangsa
Perjalanan olahraga Indonesia kembali mencatat sejarah baru. Sayangnya, catatan ini bukan mengenai kegemilangan prestasi para atlet Merah Putih di kancah event bergengsi tingkat internasional. Justru yang tertorehkan kisah pahit dan menyedihkan dalam rentetan cerita perpecahan olahraga nasional. Ironisnya lagi, kisah yang melenceng jauh dari persahabatan, nilai luhur dan utama olahraga, itu terjadi di Jakarta. Ibukota negara yang selama ini menjadi barometer kehidupan berbagai bidang kehidupan di Tanah Air, termasuk tentunya olahraga.
Bak petir di siang hari bolong muncul kabar, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Derah Khusus Ibukota Jakarta pecah dan terbelah. Fakta dan bukti perpecahan ini tidak bisa dipungkiri lagi dengan lahirnya dua Ketua Umum KONI DKI Jakarta yang terpilih melalui dua Musyawarah Olahraga Provinsi (Musorprov) di tempat dan waktu berbeda. Sebuah kabar mengagetkan di tengah-tengah mencairnya suasana ketegangangan usai pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) Jakarta tahap II yang menasbihkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur pemenang.
Pada Kamis tanggal 11 Mei 2017, Yudi Suyoto yang mantan Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta terpilih sebagai Ketua KONI DKI Jakarta masa bakti 2017-2021 dalam Musorprov yang berlangsung di Balai Agung, Balaikota Jakarta. Dengan hasil ini KONI DKI otomatis mempunyai dua Ketua Umum. Pasalnya pada Musorprov yang dilaksanakan Sabtu tanggal 29 April 2017 di Jakarta Utara, Dody Rahmadi Amar terpilih menjadi Ketua Umum KONI DKI Jakarta periode 2017-2021.
Munculnya dua nakhoda dalam kapal bernama KONI DKI Jakarta ini menambah lagi catatan perpecahan yang terjadi dalam olahraga nasional. Namun baru kali ini lembaga tertinggi olahraga prestasi di daerah yang terkoyak. Sebelumnya perpecahan terjadi pada tataran kepengurusan induk organisasi cabang olahraga tingkat pusat (Pengurus Besar/Pengurus Pusat). Dapat disebutkan di sini, PB/PP yang terkena virus pecah-belah itu diantaranya tenis meja, berkuda, balap sepeda, dan hoki. Sampai saat ini yang belum tuntas penyelesaiannya menimpa tenis meja sehingga sangat merugikan para atlet.
Retaknya KONI DKI Jakarta tidak dapat dipungkiri akan memberi dampak negatif bagi olahraga nasional. Bagaimana tidak? KONI DKI Jakarta selama ini menjadi barometer pembinaan dan prestasi olahraga di Tanah Air. Meskipun Jakarta gagal menjadi juara umum pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Tahun 2016 di Jawa Barat lalu namun catatan masih menujukkan, Jakarta tetap menjadi penyumbang atlet terbanyak untuk Kontingen Indonesia dalam berbagai event internasional.
Yang ditakutkan, kisruh KONI DKI Jakarta akan menghancurkan sendi-sendi pembinaan yang sudah tertata selama ini. Pasokan atlet nasional akan menjadi tergerus pula. Lebih mengerikan lagi bila perpecahan tersebut menjalar ke KONI-KONI Provinsi lainnya. Lalu mau dibawa kemana olahraga Indonesia?
Berkaitan dengan hal itu maka masalah yang menimpa KONI DKI Jakarta perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan lembaga olahraga Indonesia. Terutama oleh KONI Pusat yang menjadi induk dari KONI-KONI Provinsi dan induk-induk organisasi cabang olahraga tingkat pusat. Sangat diharapkan KONI Pusat bisa menyelesaikan kasus ini sesuai dengan aturan dan kelaziman yang berlaku di percaturan olahraga.
Bahasa Olahraga
Penyelesaian terbaik bagi KONI DKI Jakarta tentunya semua pihak yang bersebrangan bisa menempuh cara musayarah mufakat sehingga tercapai win-win solution. Semuanya menyelesaikan permasalahan dengan bahasa olahraga yang mengutamakan nilai luhur persahabatan, persatuan, respek, fair play dan sikap kesatria. Jangan sampai masalah olahraga ini diselesaikan cara-cara di luar aturan olahraga.
Apalagi kemudian dengan mengandalkan adu kekuatan yang bisa memperuncing permasalahan. Para pihak bersengketa harus tetap mengutamakan kepentingan olahraga bukan kepentingan kelompok, golongan dan apalagi politik tertentu. Olahraga memang tidak bisa lepas dari politik namun bukan berarti olahraga bisa dipolitisir.
Mengingat pembinaan olahraga juga tidak bisa lepas dari peran pemerintah baik di pusat maupun daerah maka penyelesaian kisruh KONI DKI Jakarta juga melibatkan unsur pemerintahan di Ibukota. Baik itu pihak eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pihak yang berselisih dan KONI Pusat amat perlu mendengarkan masukan dari pilar-pilar kekuasaan di Jakarta. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan nanti benar-benar kuat dan bisa diemplementasikan dengan lancar di lapangan.
Kalau pun upaya musyawarah tidak bisa menemukan tidak temu maka penyelsaian sengketa olahraga nasional bisa disalurkan BAORI (Badan Arbotrase Olahraga Indonesia). Dalam hal ini, sekali lagi, para pihak yang bersengketa tetap mengutamakan dan memakai bahasa dan kaidah olahraga. Upayakanlah penyelesaian tetap di ranah olahraga sesuai dengan ketentuan yang berlaku di olahraga.
Memang setiap orang mempunyai hak untuk mengadukan atau memperkarakan hal-hal yang merugikan atau tidak menyenangkan dirinya ke jalur hukum positif negara. Hak azasi setiap orang ini pantas dihargai dan dihormati oleh semua pihak di Indonesia yang merupakan negara hukum ini. Memang tidak ada larangan bagi setiap orang untuk melangkah ke lembaga peradilan umum atau tata usaha negara bila penyelesaian badan arbitrase olahraga tidak memuaskan dirinya atau pihaknya.
Tetapi sekali lagi, ini masalah olahraga. Alangkah baik dan bijaksananya bila masalah itu diselesaikan dalam lingkup olaharga. Dari olahraga, oleh olahraga, untuk olahraga.
Menambah panjang persengketaan ke luar jalur olahraga akan bisa menjadi ukuran apakah yang sebenarnya yang dicari orang itu di olahraga. Benarkah dia dan pihaknya murni untuk mengabdi demi kepentingan kejayaan olahraga Indonesia kalau dalam masalah olagraha begitu ngotot menempuh berbagai upaya sehingga membuat permasalahan berlarut-larut. Sebuah langkah yang justru merugikan para atlet dan pelaku olahraga yang membutuhkan konsentrasi dan fokus serta tatanan jelas dalam meraih prestasi.
Nah sengketa, proses penyelesaian sengketa dan cara menyikapi keputusan sengketa olahraga itu akan mencerminkan itikad sesorang dan pihak yang terjun di olahraga. Pengabdian tulus, iklas dan cerdas untuk olahraga? Atau yang lainnya? Hanya Tuhan dan hati masing-masing yang tahu. Mari mengukur diri apakah sekali olahraga tetap olahraga. ***
• Penulis adalah Ketua Harian Siwo PWI Pusat. E-mail: [email protected]