Lima Faktor Penyebab Terpuruknya Suara Ahok-Jarot
Sabtu, 22 April 2017, 23:05 WIBBisnisnews.id-Pada Pilkada DKI Jakarta, pasangan Ahok-Jarot kalah telak. Direktur Polmark Indonesia, Eep Saefullah Fatah mengatakan, ada lima faktor penentu, mengapa tiba-tiba di putaran dua, suara berbalik ke ke Anis-Sandi.
Pertama, kata Eep, pemilih pasangan Ahok- Jarot pada putaran kedua pemilihnya tidak berubah atau nyaris sama dengan putaran pertama.
"Jumlah pemilih Basuki-Djarot tidak meningkat diputaran kedua bahkan mengalami penurunan 14 ribu pemilih. Padahal ada sekitar 20 persen pemilih Agus-Silvy yang bisa direbut Basuki Djarot,"kata Eep di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/4/2017).
Kedua, angka partisipasi meningkat dari angka 77 persen jadi 78 persen. Ini mengulang tren 2012. Pada 2012 lalu partisipasi pemilih meningkat 2 persen, dan sekarang menigkat satu koma sekian persen.
"Peningkatan itu terjadi, ternyata partisispasi di kantong-katong Basuki-Djarot justru turun, partisipasi di kantong-kantong Anies-Sandi cenderung naik," jelasnya.
Faktor ketiga adalah saat terjadi di hari-hari terakhir. Sebesar 28 persen pemilih menentukan pilihanya pada masa-masa tenang dan hari pencoblosan.
"Suasana kolektif yang mempengaruhi memori mereka amat-amat penting dan rasanya orang Jakarta melihat media, melihat gambar, masyarakat Jakarta melihat hujan sembako," jelas dia.
Dikatakan bahwa hal bagi-bagi seperti saat ini pertama kali terjadi. Biasanya ditempat lain, lanjutnya, pembagian sembako atau pembagian barang tertentu itu senyap. Tapi ini ditunjukan identitasnya, sehingga susah diperdebatkan siapa yang membagi.
Sementara itu Eef membantah bahwa pemilih di Indonesia dipengaruhi oleh uang atau sembako. "Di Indonesia ditentukan oleh uang, duit dan fulus tidak benar itu. Warga itu hampir otonom warga memang benar warga Jakarta hampir 40 persen akan menerima uang dan sembako yang dibagikan kandidat. Tetapi dibawah 10 persen akan memilih yang membagi," jelasnya.
Dia mengatakan bahwa bagi-bagi uang tidak efektif dan itu merupakan cara yang lama. "Sudah jangan dipake lagi, belajar dari itu lebih baik berkompetisi secara sehat," tambahnya.
Faktor selanjutnya adalah perlawanan dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) atas potensi kejahatan pemilu atau kecurangan.
"Itu terjadi di Jakarta. Dalam identifikasi kami ada 1848 TPS yang teridentifikasi begitu, indikasinya datang dari mana? Pertama pemilih tambahan atau DPT di Jakarta itu hampir . Dan terkonsentrasi di tempat-tempat tertentu dan paslon tertentu. Lalu kemudian yang kedua suasana TPS," Kata dia.
Terakhir kata dia adalah faktor agama. Tentu saja faktor agama memiliki pengaruh tertentu karena Al Maidah. Namun dia mengatakan bahwa hanya 22 persen warga Jakarta yang memilih karena agama. (Ari/Adhitio)