Membangun Angkutan Umum dan Memberdayakan Operator Lokal
Rabu, 17 Juli 2019, 08:08 WIBBisnisnewa.id -- Pada 2020, Ditjen Hubdat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mempunyai program penataan angkutan umum di daerah dengan konsep Pembelian Layanan (buy the service). Program ini semacam perbaikan dari program yang lama sekaligus untuk mampu menggairahkan operator angkutan umum lokal.
“Selama lebih dari 10 tahun, daerah hanya dibagikan sejumlah armada bus. Tidak menimbulkan layanan angkutan umum yang bagus di daerah,” kata anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) fam akademisi Unika Soegijopranoto Djoko Setijowarno di Jakarta.
Ia memberikan catatan, selama ini tidak ada pola pembinaan dan pengawasan dari pusat dalam pengelolaan transportasi bus. Padahal, penataan angkutan umum sudah diamanahkan dalam UU 22/2009 tentang LLAJ, RPJMN 2015-2019 dan Rencana Strategi Kemenhub 2015-2019.
“Program ini tidak akan banyak menimbulkan gejolak di kalangan pengusaha angkutan umum jika sedini mungkin dilakukan sosialisasi. Sopir akan mendapat gaji bulanan, dan mereka tidak dipusingkan dengan setoran pada pemilik armada,” kata Djoko lagi.
Dikatakan Djoko, pemilik armada (PO yang eksis) bisa bergabung dalam satu badan hukum yang menjadi operator dan diberikan keuntungan dari biaya operasional yang diselenggarakan.
Program ini murah, karena setiap koridor menghabiskan biaya operasional sekitar Rp15 miliar hingga Rp25 miliar per tahun. Namun, persisnya tergantung pilihan jenis armada yang dioperasikan dan headway yang ditetapkan. “Setiap koridor dapat mempekerjakan 150 -200 pekerja tetap,” katanya.
Djoko mengatakan kelebihan program bus di daerah dengan konsep buy the service, tidak perlu lagi harus membangun prasarana khusus, seperti perlintasan khusus pada O-Bahn.
6 Kota Percontohan
Sebelumnya, Dirjen Hubdat Budi Setiyadi mengutarakan sistem buy the service diimplementasikan tahu 2020 di enam kota yang menjadi pilot project. Mereka yaitu kota Medan, Solo, Bandung, Denpasar, Surabaya, dan Jogja.
Dirjebmn Budi pun berencana untuk segera mengenalkannya kepada Pemerintah Daerah (Pemda) terkait. Operatornya akan diambil dari swasta. Jadi, Pemerintah biaa menghemat anggaran karena tak perlu membeli armada sendiri.
“Karena untuk optimalisasi dan modernisasi kendaraan perkotaan, harus ada peran dari Pemerintah Daerah. Saya akan roadshow dan akan mempersentasikannya,” jelas Dirjen Budi.
Selanjutnya, Dirjen Budi mengharapkan Pemda untuk membantu menyediakan infrastruktur pendukung seperti shelter bus. Ia menambahkan sudah membahas sistem buy the service bersama pakar dan agen pemegang merk (APM).
“Begitu program ini bisa jalan, APM diharapkan bisa memberikan semacam kendaraan khusus sesuai dengan spesifikasi kita,” tukas Dirjen Budi.
Spesifikasi yang dimaksud Dirjen Budi yaitu bus dengan jenis High Deck atau Low Deck tergantung dengan kebutuhan daerah.
Sebelum program ini dijalankan Ditjen Hubdat, menurut Djoko Setijowarno, ada dua kisah sukses membangun angkutan umum dengan membeli layanan ini. Mereka adalah TransJakarta di ibukota dan Trans Jateng di Jawa Tengah dan Tabanan Bali.
Dengan sistem ini, pihak Trans Jakarta dan Trans Jateng bisa membangun angkutan umum yang baik, dan tak harus membeli armada bus dalam jumlah besar sehingga tak menguras APBD.
"Kedua BUMD itu menjadi kerja sama dengan operatot angkutan umum swasta, sebagai feedernya," tandas Djoko.(helmi)