Menteri Susi Terima Penghargaan Ekologis di AS
Sabtu, 13 Mei 2017, 17:42 WIB
Bisnisnews.id - Seorang anak putus sekolah yang beralih menjadi pengusaha seafood sekarang memimpin Indonesia melawan penangkapan ikan ilegal, mendapatkan pujian dari para konservasionis dan penghargaan Washington, terlepas dari metode eksplosifnya.
Taktik favoritnya adalah merebut kapal penangkap ikan asing dan meledakannya untuk mengirim pesan ke negara tetangganya.
Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia yang dihormati minggu ini di Washington atas pekerjaan ekologisnya, telah memimpin upaya menghancurkan ratusan kapal penangkap ikan dalam dua tahun terakhir. Usahanya memang belum menghilangkan masalah yang telah melanda Indonesia selama puluhan tahun, katanya, namun telah berhasil meningkatkan stok ikan dan menahan penyelundupan.
Penangkapan teri, udang galah dan tuna sirip kuning meningkat, membantu nelayan setempat dan mengurangi harga pangan, kata Pudjiastuti.
"Apa yang sebenarnya kami dapatkan juga adalah rasa hormat," kata Susi di ibukota Amerika, di mana dia bergabung dengan penerima penghargaan Peter Benchley Ocean Awards yang lain, atas usahanya untuk melindungi ekosistem laut Indonesia, menangani pemburu liar dan kejahatan terorganisir.
"Mereka tidak bisa lagi melakukan apapun," tambah Pudjiastuti. "Padahal 10 ribu kapal asing biasa memancing di perairan Indonesia seperti di negara mereka sendiri," katanya.
Pendekatan Indonesia yang tanpa kompromi telah membuat tetangga mereka kesal karena perahu-perahu mereka terperangkap dalam operasi di laut yang dilanda perselisihan teritorial. Kampanye ini sebagian mencerminkan keinginan Indonesia untuk menunjukkan bahwa wilayah tersebut menguasai 17.000 kepulauan yang luas.
Susi telah memenangkan popularitas sebagai pemimpin kampanye tersebut, menentang skeptisisme awal saat dia diangkat sebagai menteri pada tahun 2014. Dia tidak memiliki pengalaman politik dan bahkan belum lulus SMA. Tapi dia menghabiskan tiga dasawarsa sebagai pengusaha makanan laut dan tahu bisnisnya. Dia juga telah menjalankan perusahaan penerbangan charter sendiri, Susi Air, untuk mendistribusikan dan mengekspor hasil panen.
Saat menjabat, dia dengan cepat mengumumkan moratorium penangkapan ikan untuk kapal asing yang sering beroperasi di bawah bendera Indonesia. "Kedaulatan negara harus ditegakkan," katanya.
Dan hasilnya, pihak berwenang Indonesia telah menenggelamkan lebih dari 300 kapal penangkap ikan asing.
Dalam penghancuran massal paling akhir pada awal April, pihak berwenang Indonesia menghancurkan 81 kapal kosong dalam satu akhir pekan. Sebagian besar berasal dari Vietnam, Filipina, Malaysia dan Thailand. Pada bulan Maret 2016, sebuah kapal berbendera Nigeria tertangkap sedang berburu ikan bandeng dan setelah dievakuasi, diledakkan.
"Visual dan pers yang berasal dari praktik sulit menangkap kapal-kapal ini telah benar-benar membantu mendidik dunia," kata Sally Yozell, direktur program keamanan lingkungan di Stimson Center Washington, yang berbicara tentang bencana penangkapan ikan secara global. Namun, dia mengakui adanya friksi regional yang mencakup beberapa insiden tahun lalu di Indonesia karena menembakkan tembakan peringatan dan menyita kapal penangkap ikan China di perairan lepas pulau-pulau di Natuna.
Susi juga mengakui beberapa ketegangan. Dia mengatakan bahwa dia memberi tahu para duta besar negara-negara tetangga, termasuk China, sebelum melakukan tindakan keras dan meminta dukungan. "Perburuan bukan merupakan bagian dari hubungan bilateral yang baik," katanya pada hari Jumat (12/05/2017) di Stimson Center.
Pihak berwenang Indonesia memiliki 100 kapal penangkap ikan lain yang menunggu untuk dihancurkan dan mereka menyita selusin lainnya setiap minggu, katanya. Beberapanya kapal penangkap ikan China, yang lebih besar, lebih cepat dan sering didampingi penjaga pantai nasional, sehingga lebih sulit untuk melakukan aktivitas, tambahnya.
Amerika Serikat dan Australia mendukung Indonesia, termasuk teknologi satelit untuk membantu pengawasan perairan. Indonesia juga mengharapkan bantuan teknis Jepang.
Pudjiastuti juga mengatakan bahwa dia kurang memperhatikan politik Laut Cina Selatan. "Bagi saya ini lebih jelas. Begitu di zona ekononomi eksklusif Indonesia, itu ikan saya," katanya. (marloft)