MUI: Menyebarkan Berita HOAX Haram
Selasa, 06 Juni 2017, 04:40 WIBBisnisnews.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, menyebarkan informasi bohong atau
HOAX adalah haram. Termasuk pedoman bermuamalah melalui media sosial (Medsos)
Fatwa MUI tersebut ditandatangani Ketua Fatwa MUI, Prof. Hasanuddin AF dan Sekretaris Asroun Ni'am Sholeh dan ditetapkan di Jakarta sejak 13 Mei 2017 lalu.
Hasanuddin AF mengatakan setiap Muslim haram untuk menyebar pesan palsu atau hoax di media sosial meskipun memiliki tujuan yang baik.
"Haram menyebarkan 'hoax' atau informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup," kata Hasanuddin, Senin (5/6/2017) di Jakarta.
Dijelaskan hukum terkait muamalah Muslim di media sosial itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah.
Hukum haram juga berlaku bagi Muslim yang melakukan perundungan (bullying) di media sosial, termasuk bergunjing, memfitnah, mengadu domba dan menebar permusuhan di dunia maya.
Menyebarkan konten pornografi dan maksiat, lanjut dia, juga haram karena bertentangan dengan syariah.
"Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan," tegasnha.
Umat Islam harus senantiasa mengedepankan semangat "tabayyun" atau klarifikasi terhadap pesan di media sosial yang memiliki potensi berisi materi benar dan salah. Singkat kata, fakta yang disajikan dalam media sosial meski isinya baik belum tentu sesuai kebenaran dan bermanfaat.
Dalam proses "tabayyun", masyarakat harus memastikan sumber informasi tersebut meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.
Masyarakat lerlu juga, memastikan konteks tempat, waktu dan latar belakang saat informasi disampaikan.
Beberapa upaya lain dapat ditempuh dalam mengklarifikasi pesan seperti dengan bertanya kepada sumber informasi jika diketahui. Dapat juga dengan meminta klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kemampuan.
Sebaiknya umat Islam mempererat persaudaraan baik persaudaraan ke-Islaman, kebangsaan maupun kemanusiaan lewat media sosial... Konten yang berisi pujian dan atau hal positif tentang seseorang atau kelompok belum tentu benar, karena itu juga harus dilakukan 'tabayyun'," katanya.(Ari)