Pekerja Pertamina Kecewa, Blok Migas Corridor Diserahkan ke Kontraktor Asing
Selasa, 23 Juli 2019, 17:37 WIBBisnisnews.id - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) kecewa atas keputusan Pemerintah yang memperpanjang kontrak pengelolaan Blok (Migas) Corridor kepada kontraktor eksisting, yaitu ConocoPhillips untuk 20 tahun ke depan mulai tahun 2023. Kini FSPPB menggalang kekuatan untuk merebut blok migas Corridor itu kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
"Keputusan tersebut telah melanggar Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 setelah Permen ESDM anomor 23 tahun 2018 dibatalkan oleh hasil gugatan FSPPB ke Mahkamah Agung pada November 2018 lalu," kata Ketua FSPPB Arie Gumilar dalam siaran pera di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Implikasi dari putusan itu, lanjut dia, maka semua kebijakan Kementerian ESDM harusnya berpedoman pada Permen ESDM Nomor 30 tahun 2016 dan Permen ESDM nomor 15 tahun 2015.
Baca Juga
Tapi aneh, Pemerintah/ Kementerian ESDM yang memberikan hak istimewa kepada Pertamina tidak dilakukan. Operator blok migas yang akan berakhir kontrak kerja samanya justru diserahkan ke pihak asing. Contohnya Blok Corridor yang kini diserahkan pengelolaannya pada ConocoPhillips untuk 20 tahun ke depan.
Sesuai aturan UU dan UUD 45 pasal 33, menurut Arie, pengelolaan SDA Migas seharusnya lebih mengutamakan perusahaan lokal khususnya BUMN yaitu Pertamina. Ini adalah BUMN Migas yang 100% sahamnya dimiliki negara dan pekerjanya juga putra terbaik negeri ini.
Pemerintah, kilah Arie, seharusnya juga harus mempertimbangkan alasan-alasan kenapa harus menunjuk Pertamina 100% dalam pengelolaan blok migas terminasi," jelas Arie.
FPPB berkilah, dengan memperbesar kontribusi national oil company (NOC) dalam produksi migas nasional sehingga akan mampu meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi.
Menurut Arie, Pertamina adalah BUMN, dan 100 persen keuntungan akan masuk ke kas negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pertamina juga sudah terbukti dan berpengalaman mengelola blok di onshore maupun offshore hasil alih kelola sebelumnya, bahkan mampu meningkatkan produksi migas di blok-blok tersebut.
Sebaliknya, jika blok migas itu dikelola konntraktor asing, implikasinya juga bisa menyandera Pertamina dalam pengelolaan Blok Rokan karena ketergantungan supply gas dari Blok Corridor. Saat ini, supply gas tersebut amat vital dalam operasional Blok Rokan dan Kilang Dumai.
Saat ini Blok Corridor menyumbang sekitar 17% dari total produksi gas di Indonesia, hingga April 2019, produksi gas Lapangan Grisik, Blok Corridor, mencapai 1.028 mmscfd (1BCF per hari). Sedangkan lifting gas sebesar 834 mmscfd.
Para pejabat pengambil keputusan, menurut Arie, tidak paham amanat pasal 33 UUD 1945. Menteri ESDM mengabaikan kedaulatan energi dan hanya mengedepankan aspek bisnisnya saja dalam pengelolaan blok migas.
"Kementerian ESDM juga tidak mempu melawan intervensi asing khususnya Amerika Serikat dalam mengambil keputusan strategis untuk kepentingan bangsa," kritik Arie.
Sebagai bagaian anak bangsa, FSPPB mempertanyakan ada apa dibalik penyerahan blok Corridor ke pihak asing. "Kemampuan anak bangsa khususnya anggota FSPPB sudah mampu mengelola blok migas bahkan sudah mampu ekspansi ke mancanegara," tandas Arie.(helmi)