Pelaku Usaha Menilai BUMN Sektor Logistik Cenderung Monopoli
Selasa, 15 Agustus 2017, 12:50 WIBBisnisnews.id-Fungsi BUMN sebagai agen pembangunan sekarang ini dinilai sudah sangat surut. Perusahaan negara (Badan Usaha Milik Negara/BUMN) lebih fokus mengejar pedapatan dan keuntungan sebesar-besarnya dengan berlomba-lomba menciptakan anak usaha yang masuk pada bisnis yang sudah dikelola swasta.
Praktisi logistik yang juga Staf Ahli KADIN DKI Jakarta bidang Jasa Transportasi dan Perdagangan Budiwiyono mengatakan, sekarang ini rata-rata BUMN monopoli. Semua lini bisnis berusaha akan dikuasai, terlebih di sektor logistik.
Dia menconthkan, seperti pelabuhan dan bandara, seluruhnya dikuasai BUMN dan anak-anak usahanya. Hingga kini belum ada bandara maupun pelabuhan komersial murni milik swasta.
"Penetapan tarif juga tidak jelas dasarnya. Formulasi tarif yang kita minta sebelum ditetapkan tidak jelas, dan kalau mau naikin tarif, ya langsung saja dinaikin," kata Budi pada Bisnisnews Senin (14/8/2017) di kantornya.
Kebijakan yang seperti itu, kata Budi, memicu tingginya biaya logistik dan yang disalahkan adalah swasta. "Saya buktikan, kalau BUMN itu monopoli, baik di pelabuhan maupun bandara, sehingga fungsinya BUMN sebagai agen pembangunan tidak ada. Kalau seperti itu, saya pernah katakan kepada BUMN kenapa tidak mereka saja dan kita swasta tutup semuanya," jelasnya.
Disebutkan, BUMN sekarang ini berada di posisi gamang, ditargetkan mengejar keuntungan, menggenjot pengembanngan melalui pinjaman. Utang yang sudah menumpuk itu harus dibayar, bunga maupun utang pokoknya.
"Yang ditargetkan adalah profit,"jelasnya.
Utang-utang yang membebani BUMN itu umumnya dipakai untuk pengembangan usaha. "Kalau di pelabuhan dipakai untuk membanngun pelabuhan baru, tapi hasilnya kan tidak signifikan, dan untuk mengembalikan utang yang akan jatuh tempo itu dilakukan berbagai cara" jelasnya.
Kecendrungan monopoli itu-lah yang menciptakan kompetisi tidak sehat. Untuk menurunkan biaya logistik seperti yang diharapkan semua pihak tidak bisa terwujud. "Banyak importir dan pelaku uaha mengeluhkan masalah ini, tapi cuma dianggap angin lalu saja," kata Budi.
Dikatakan, dirinya pernah menyampaikan beberapa alternatif agar pelaku usaha kondusif dan persaigan sehat bisa terbangun. Pertama, serahkan sepenuhnya soal pelabuhan dan bandara lepada swasta, dibuka penuh atau cara kedua ialah menyerahkan kepada masing-masing daerah.
"Jangan hanya dikendalikan BUMN, sehingga bisa suka-sukanya dan sangat sulit menciptakan persaingan sehat," kata Budi.
Dengan kekuasaan penuh ditangan BUMN, tidak ada pilihan bagi pelaku usaha swasta. Kapal maupun pesawat harus berlabuh di pelabuhan dan bandara yang dikendalikan penuh BUMN, sehingga tidak ada pilihan.
"Itu alternatif yang pernah saya sampaikan, sehingga pelaku uaha memiliki banyak pilihan. Siapa yang menawarkan tarif bagus itulah yang dipilih," ungkapnya.
Demikian juga untuk kargo udara. Meningkatnya biaya logistik, pelaku usaha swasta yang disalahkan dan disudutkan. Soal pergudangan, Angkasa Pura juga tidak transparan menentukan nilai kontrak dengan konsesi yang perhitungannya suka-suka.
"Sudah ada kontrak gudang, ada pula konsesi yang komposisinya suka-suka aja dan tidak menjelaskan formulasinya secara jelas dan gamblang," jelas Budi.
Dia mencontohkan formulasi penentuan nilai tarif konsesi maupun kontrak yang harusnya dijelaskan. Diantaranaya, nilai investasi pembangunan gudang, perlatan kerja, SDM, asurasi dan margin. "Ini kan contoh saja," kata Budi.
Pada sisi lain dia juga berharap, agar tercipta persaingan yang sehat, Menneg BUMN sadar diri untuk tidak terus menekan BUMN mencari keuntungan. Solusi lain yang diharapkan ialah, pelabuhan dan dermaga khusus bisa melakukan konsesi untuk jadi pelabuhan umum.
"Tujuannya ya sama, agar tercipta kompetisi yang sehat," tambahnya. (Syam S)