Pemerintah Jangan Terlalu Banyak Campur Tangan Soal Harga Gas Industri
Jumat, 04 Oktober 2019, 11:03 WIBBisnisNews.id -- Pihak “istana” atau Pemerintah harus bijak menyikapi persoalan harga gas industri di dalam negeri, karena pada hakekatnya ini murni B to B . Harga gas Industri seharusnya ikuti harga pasar.
"Jadi, Pemerintah atau pihak istana tak perlu terlalu jauh ikut campur masalah B to B nya bisnis gas industri," kata pengamat energi dan Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menjawab BisnisNews.id di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Jika pihak istana selalu merespons kehendak pengusaha maka ini bisa jadi preseden yang kurang baik bagi iklim bisnis di Tanah Air. "Yang pada akhirnya BUMN (PGN dan Pertamina) bisa menjadi “tumbal” saja," kata Sofyano lagi.
Sebelumnya, Direktur Komersial PGAS, Dilo Seno Widagdo menambahkan, rencana kenaikan harga gas mundur dari jadwal lantaran terkendala masalah teknis. Namun dia enggan menjelaskan menyebut masalah teknis itu. "Usulan kenaikan harga gas masih tetap berlaku, sehingga implementasinya hanya soal waktu," seperti dilansir laman kontan.co.id.
Dilo memastikan, penundaan hanya berlaku sebulan sebagai bentuk relaksasi. Mengenai besaran kenaikan, manajemen PGAS mengatakan angkanya bervariasi sesuai segmen dan akan mereka bahas langsung dengan setiap pelanggan.
Sekretaris Perusahaan PGAS, Rachmat Hutama, menambahkan, sekarang harga jual gas PGAS ke pelanggan akhir saat ini berkisar US$ 8 hingga US$ 10 per mmbtu. "Harga itu terbentuk dari berbagai sumber, baik gas sumur maupun LNG yang harganya jauh lebih tinggi," papar dia.
Sofyano Zakaria menambahkan, "Jika Pemerintah ingin ikut campur masalah bisnis gas industri dengan mengakomodir keinginan pengusaha maka apakah Pemerintah siap menurunkan harga hulu gas," tanya dia.
Menurut Puskepi, harga jual gas di Indonesia bahkan di dunia, akan sangat bergantung kepada harga hulunya dan harga hulu gas di Indonesia tergolong mahal. Dampaknya di hilir, harga gas tentu tinggi juga.
"Tapi, jangan karena ini ada pihak yang dirugikan dengan harus mengakomodir permintaan pengusaha yang tak ingin harga gas industri di koreksi," tandas Sofyano.(helmi)