Pemindahan Ibukota ke Kaltim Terburu-Buru Dan Persulit Kerja Pers
Jumat, 30 Agustus 2019, 21:02 WIBBisnisNews.id -- Pemerintah memindahkan ibu kota ke Penajam, Paser Utara dan Kutai Kartenagara Kalimantan Timur (Kaltim) lantaran Jakarta sudah tidak mampu menanggung beban, baik itu dari segi ekonomi, lingkungan maupun pembangunan infrastruktur.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menetapkan pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Kutai Kertanegara dan Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (26/08/2019) silam. Namun hingga kini, polemik pro – kontra terkait keputusan presiden ini pun masih terus berlanjut.
Pengamat politik dari Menara Consulting Network, Ahmed Rumalutur menilai, Pemerintah tampaknya tidak melihat adanya elemen demokrasi sebagai satu pertimbangan serius. Rencana pemindahan ibu kota ke Kaltim tak disertai kajian yang lengkap, bahkab cenderung terburu-buru.
“Elemen demokrasi saya kira luput ya, pasalnya pemindahan ibu kota tentu saja mempengaruhi kerja-kerja jurnalistik sebagai salah satu pilar penting dalam demokrasi kita,” kata Ahmed di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Ia menambahkan, selain itu, peran lembaga politik misalnya LSM juga makin sulit memantau kerja-kerja birokrasi di level pusat. Pemantuan memang dapat dilakukan namun memerlukan cost yang lebih tinggi mengingat lokasi yang jauh dari Jakarta.
”Coba Anda fikir, seorang jurnalis akan mengeluarkan cost yang lebih tinggi untuk melakukan sebuah investigasi, selain jurnalis, peneliti dan aktivis sosial juga akan mengalami hal serupa,” tambah Ahmed melalui siaran pers itu.
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) juga mengeluarkan hasil kajian ilmiah bahwa keputusan pemindahan ibu kota tak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional.
“Jadi saya kira pemerintah terburu-buru mengambil kesimpulan dan mengesampingkan aspek demokrasi dan ekonomi,” tutup Ahmed.(helmi)