Pengusaha Truk Ancam Mogok Bila Solar Subsidi Dibatasi
Kamis, 26 September 2019, 15:58 WIBBisnisnews.id - Solar subsidi dibatasi, para pengusaha truk kontainer mulai was-was yang nerdampak kepada tersendatnya distribusi barang dari Pelabuhan Tanjung Priok ke kawasan Industri dan sebaliknya.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Assosiasi Pengusaha Truk Indonesia (DPW Aptrindo) Mustajab Susilo Basuki dalam rapat koordinasi dengan para anggota pengusaha angkutan truk ( trucking) DKI Jakarta, Kamis (26/9/2019) sepakat akan menyampaikan aspirasinya dengan stop operasi.
Para pengusaha truk berharap agar BPH-Migas merevisi Surat Edaran soal pembatasan solar subsidi. Selain itu para pengusaha truk juga meminta Pertamina melayani truk untuk membeli solar sesuai kebutuhan operasional tanpa harus ada pembatasan.
"Kalau tetap dilakukan dan truk dibatasi beli solar subsidi dan kesulitan solar kami akan melakukan aksi dengan stop operasi mulai 1 Oktober 2019," tegas Mustajab.
Mustajab menegaskan, pengusaha angkutan membutuhkan kepastian ketersediaan solar.
Pembatasan solar subsidi yang berdampak buruk terhadap operasional truck oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) hanya akan menghambat dostriibusi barang dan menaikan biaya logistik.
BPH-Migas dalan Surat Edaran (SE) No/3865.E/Ka.BPH/2019 yang memuat pembatasan kuota penggunaan solar bersubsidi itu menyebutkan, kendaraan barang beroda 6 atau lebih tidak dapat menggunakan solar bersubsidi tersebut.
Di lapangan, para pelaku usaha mesti mengganti bahan bakarnya dengan jenis solar dexlite yang harganya dua kali lipat dari haega solar subsidi.
SE BPH-Migas itu sendiri mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Pihak BPH-Migas beralasan, bila kuota BBM (solar subsidi) ini tidak dibatasi, maka sisa BBM yang ada sekarang ini akan habis pada Nopember 2019
Dalam Surat Edaran No. 3865.E/Ka.BPH/2019 dijelaskan kendaraan kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 unit dalam kondisi bermuatan atau tidak bermuatan dilarang menggunakan solar bersubdisi.
Data BPH Migas menjelaskan, penyaluran BBM bersubsidi sebesar 71,73 persen dari total target 15,11 juta kiloliter (KL) hingga Agustus 2019. Realisasi penyaluran BBM bersubsidi sebanyak 10,83 juta KL atau 71,73 persen dari total 15,11 juta KL hingga Januari - Agustus 2019.
BBM Bersubsidi itu terbagi atas Solar sebanyak 10,48 juta KL, dan minyak tanah 354.467 KL. Sedangkan realisasi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau premium sebesar 7,95 juta KL atau 72,32 persen sepanjang 8 bulan pertama tahun ini.
Pada sisi lain dalan rapat koordinasi, anggota Aptrindo juga menanyakan, apakah penolakan pengurangan pembelian solar subsidi itu juga dilakukan pihak Organda.Mustajab mengatakan, secara umum Organda dan Aptrindo punya tujuan yang sama.
Anggota Aptrindo juga mengeluhkan mulai sulitnya solar subsidi di sejumlah SPBU Pertamina. Misalnya seperti di Cirebon, bangak truk terpaksa harus mengisi solar industri yang harganya dua kali lipat.
Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan sebelumnya menyatakan protesnya kepada pihak BPH-Migas yang membatasi solar subsidi
"Kebijakan ini tidak adil, karena truk besar untuk angkutan umum barang tidak boleh mengisi solar. Kami ini angkutan umum barang yang nota bene untuk melayani rakyat kecil sebagai konsumen akhir (end user)," tegas Gemilang.
Truk anggota Aptrindo, lanjut dia mengangkut berbagai komoditas mulai sembako, general margo sampai bahan baku industri. "Jika truk Aptrindo tak boleh mengisi BBM Solar (subsidi) dan harus mengisi solar industri atau Pertamina Dex yang tak disubsidi tentu biaya operasi lebih mahal," jelas Gemilang. (Syam S)