Perdagangan Luar Negeri Indonesia Defisit, Ini Kata Ekonom Senior Didik Rachbini
Senin, 16 September 2019, 07:07 WIBBisnisNews.id -- Ekonom senior Didik Rachbini mengkritik kinerja perdagangan luar negeri tergolong terburuk dalam sejarah perdagangan luar negeri Indonesia selama ini karena kita mengelami defisit. Lantas siapa yang salah ? Kementerian Perdagangan RI harus koreksi diri, sekaligus membuat strategi jitu untuk menghadapi persaingan ke depan.
"Padahal, Tuhan sudah memberi bumi Indonesia sumberdaya alam yang melimpah, mulai dari hasil perkebunan yang bisa diekspor mentah-mentah (kepala sawit, karet, kopi, cacao, dll), juga tambang (minyak, gas, emas, nikel, dll)," kata Didik dalam surat terbuka yang disampaikan di Jakarta, kemarin.
Dikatakan, berdasarkan data dan fakta, bahwa semua negara Asia yang krisis di masa lalu pada tahun 1998 mengalami defisit neraca berjalan. "Sebab defisit ini adalah defisit perdagangan jasa dan atau defisit perdagangan barang. Karena defisit tersebut, maka Thailand, Malaysia, Korea, Filipina, dan Indonesia diterjang krisis," kata Guru Besar FEB Univeraitas Mercu Buana Jakarta itu
Setelah dua dekade, menurut Didik, seluruh negara tersebut berhasil mengatasi defisit neraca perdagangan jasa dan neraca perdagangan barang - kecuali Indonesia. "Sebaliknya, Indonesia tidak mempu mengatasi kelemahan sektor luar negerinya," kritik Didik.
Tidak hanya itu, sebut pria Madura itu, yang dulu hanya defisit jasa, sekarang bertambah menjadi defisit barang. "Jadi, pertama sudah tertinggal dibandingkan dengan 4 negara lain yang sama-sama krisis di waktu yang lalu. Kedua, defisitnya bertambah parah dibandiangkan dengan dua dekade yang lalu," terang Didik.
Dalam keadaan seperti ini, siapa yang paling bertanggung jawab? Sangat jelas, memurut Didik, yakni Kementrian Perdagangan, dan menterinya adalah sahabat dekat saya, namanya Enggartiasto Lukita.
"Jika prestasi ekspor lemah seperti ini, jangan harap nilai tukar akan kuat atau minimal stabil. Jika ada guncangan, Indonesia akan mudah terguncang oleh krisis," terang Didik.
Orang awam tidak perlu tahu bagaimana pemain sepakbola PSSI berlatih siang malam plus berdoa agar diberikan kemenangan. Jika kalah terus cukup satu kata PSSI buruk. "Ini perumpamaan untuk anda. Tidak perlu menceritakan bagaimana diplomasi ekonomi, dagang dilakukan tapi jebol terus, yang itu diplomasi lemah, rapuh, buruk," tegas Didik.(helmi)