Perizinan Masih Jadi Kendala Usaha Hulu Migas di Indonesia
Selasa, 29 Oktober 2019, 07:53 WIBBisnisNews.id -- Masalah perizian masih menjadi kendala dalam merealisasikan komitmen eksplorasi dalam kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Pada tahun 2015 terdapat 41 kegiatan pengeboran yang terhambat akibat perizinan dan belum tuntas sampai sekarang. Sementara, BPS mencatat defisit transaksi migas nasional butuh langkah strategis untuk menekan bahkan mengubah menjadi Indonesi surplus migas sehingga memberikan nilai tambah bagi bangsa ini.
Pemerintah telah melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah perizinan. Melalui Permen ESDM No.29/2017, Kementerian ESDM menyederhanakan jumlah perizinan usaha migas dari sebelumnya sekitar 104 perizinan menjadi tinggal 6 perizinan. "Dengan jumlah tersebut, saat ini hanya terdapat 2 izin usaha hulu migas dan 4 izin usaha hilir migas yang perlu diselesaikan di lingkungan Kementerian ESDM," kata pengamat energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro di Jakarta.
Namun, lanjut dia, sejauh ini masih ditemukan keluhan mengenai masalah kompleksitas perizinan usaha oleh pelaku industri hulu migas. "Penyederhanaan perizinan yang dilakukan Kementerian ESDM juga dapat dikatakan relatif belum secara signifikan tereflekiskan dalam peningkatan kegiatan usaha dan investasi hulu migas," jelas @komaidi itu lagi.
Menurut dia, banyaknya instansi yang terkait dengan kegiatan usaha hulu migas menyebabkan upaya penyederhanaan perizinan yang dilakukan Kementerian ESDM relatif belum memberikan dampak yang signifikan. Berdasarkan data, sebelum tahun 2015 jumlah perizinan usaha migas di lingkungan Kementerian ESDM sekitar 104.
Melalui Permen ESDM No.23/2015 Kementerian ESDM melimpahkan 42 perizinan ke PTSP-BKPM. Selanjutnya pada 2017 melalui Permen ESDM No.29/2017, Kementerian ESDM menyederhanakan perizinan usaha migas menjadi tinggal 6 izin usaha.
Banyak Lembaga/ Instansi
Data dan informasi menunjukkan selain harus menyelesaikan perizinan di Kementerian ESDM, kontraktor hulu migas juga harus menyelesaikan perizinan pada Kementerian Keuangan, Kementerian LHK, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertahanan.
Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, dan lembaga swasta sebagai pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHK).
Tanpa mengurangi apresiasi terhadap upaya Kementerian ESDM, saya menilai penyederhanaan perizinan usaha hulu migas yang telah dilakukan masih parsial dan belum banyak menyentuh akar permasalahan yang ada. Permen ESDM No.29/2017 memang menetapkan perizinan hulu migas hanya ada 2 yaitu izin survei dan izin pemanfaatan data migas, akan tetapi jika ditinjau lebih lanjut izin tersebut hanya untuk pra-kegiatan eksplorasi.
Meski telah disederhanakan di Kementerian ESDM, ketika memulai masa eksplorasi dan eksploitasi kontraktor hulu migas masih harus berurusan dengan sekitar 373 perizinan yang tersebar pada sekitar 18 kementerian dan lembaga tersebut.
Mereka itu adalah perizinan yang harus diselesaikan meliputi izin-izin, dispensasi, rekomendasi, persetujuan, pertimbangan teknis, sertifikasi, dan sejenisnya. Jumlah perizinan yang harus diselesaikan terbagi dalam empat fase. Pada fase survei dan eksplorasi 117 perizinan, pengembangan dan konstruksi 137 perizinan, produksi 109 perizinan, dan pascaoperasi 10 perizinan.(helmi)