Scrapping Kapal Tua, Saut Gurning Angkat Bicara, Perlu Ada Aturan Yang Jelas, Pemerintah Jangan Diam ....
Senin, 24 November 2025, 16:28 WIB
BISNISNEWS.id - Soal maraknya kapal tua di perairan Indonesia, sejumlah pihak mendesak pemerintah untuk segera melakukan pengaturan yang jelas dan tegas.
Saat ini, selain usianya yang sudah cukup tua, ada kekhawatiran kapal itu kurang perawatan sehingga rawan kecelakaan.
Akademisi yng juga pakar perkapalan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof. Raja Oloan Saut Gurning, S.T., M.Sc., Ph.D. CMarTech mengakui adanya kekhawatiran itu.
Dikatakan, hingga saat ini, pemerintah Indonesia belum memiliki aturan baku tentang pembatasan usia kapal.
Namun yang dikhawatirkan, bukan usia kapal tapi rendahnya perawatan bahkan tidak terawat tapibtetap dioperasikan.
Kapal tua yang tidak dilakukan perawatan secara baik, rawan kecelakaan dan sulit mempertahankan kelaiklautannya.
Kapal yang sudah tua, dipaksa terus beroperasi, ungkap Saut, akan berujung fatal. Konstruksinya akan menjadi lelah (fatique) dan level bahan bakarnya pun naik alias boros yang berpengaruh langsung pada kecepatan.
Konstruksi lelah, bahan bakar boros, daya pacu menurun, kehandalannya menurun, berimbas pada tinggingginya biaya operasi. Kata Saut, ini adalah fakta yang tidak bisa dihindari.
Kendati demikian, dia juga mengakui, kapal laut sangat tergantung dengan perawatan. Namun, tetap saja, kapal tua biaya perawatan tinggi dan jauh dari kenyamanan.
Pada sisi lain, Saut setuju adanya pengaturan usia kapal untuk melindungi industri dan pengguna jasa dari resiko besar kecelakaan
Idealnya, ungkap Saut, pembatasan dilakukan pada kapal-kapal 25 - 30 tahun, sesuai praktek global. Namun, diiringi dengan perawatan dan reparasi sesuai standar.
" Jadi,.yang ideal mungkin adalah kapal dengan umur 25 - 30 tahun, dibuat aturan kebih ketat, yang dibarengi dengan perawatan, dan reparasi yang sesuai dengan standar," jelasnya.
Namun, jika perawatan kurang maksimal, tidak sesuai ketentuan keselamatan, bakal ada ancaman serius, khususnya untuk kapal penumpang.
Kata Saut, seberapapun usia kapal tetap masih bisa beroperasi, namun biaya perawatan pasti lebih tinggi dan bahan bakar lebih boros.
Kendati diakui, kesadaran terhadap keselamatan para penumpang kapal laut masih rendah. Para penumpang kapal laut umumnya, "yang penting sampai tujuan," tidak peduli, seberapa besar resikonya.
Kalau keselamatan saja mereka tidak peduli, apalagi soal kenyamanan dan keamanan.
" Persoalan lain kelompok masyarakat kita mungkin belum menuntut kehandalan kapal dan lebih menuntut non-kehandalan khususnya harga murah dan tersedia," ungkap Saut.
Kalau masyarakat sebagai penumpang atau pengguna jasa tidak peduli dengan keselamatan dan kenyamanan, maka yang wajib peduli adalah pemerintah selaku regulator.
" Perlu diingat untuk kapal tua, waktu operasinya cenderung dihabiskan untuk kegiatan pemeliharaan atau reparasi di galangan kapal atau selama operasi pelayaran. Rasio waktu operasi yang berkurang, akan berdampak bagi berkurangnya frekuensi pelayaran serta total kapasitas angkut kapal menurun," tegas Saut.
Program Scrapping
Scrapping atau membesituakan kapal karena sudah tidak layak, bisa saja dilakukan dan diremajakan dengan kapal baru.
Saut Gurning mengatakan, ada beberapa opsi dalam mengatasi kapal tua yang sudah tidak produktif dan tidak terawat tapi masih dipaksa beroperasi.
Pertama adalah, melakukan peremajaan kapal. " Opsi peremajaan dapat dilakukan mungkin dengan dua tahap," kata Saut.
Pertama untuk usia yang masih diterima pasar, maka usaha modifikasi atau refurbish khususnya peralatan dan permesinan dapat dilakukan
Sementara opsi kedua untuk armada yang tua dengan tingkat kehandalan yang rendah atau indeks risiko keselamatan yang tinggi.
Untuk kapal ini, kata Saut, wajar dilakukan scrapping, untuk mencegah kecelakaan sekaligus menyelamatkan pengguna jasa. " Opsi peluruhan (scrapping) dapat dilakukan sebagai opsi yang wajar, karena ada resiko yang tinggi terhadap keselamatan," tuturnya.
Kegiatan scrapping harus mengikuti prosedur yang benar. " Proses scrapping yang baik tentu akan memberi potensi sumber bahan baku konstruksi kapal untuk masa mendatang," jelasnya.
Sementara kapal - kapal tua, misalnya di atas 40 tahun, terutama yang selama ini beroperasi di wilayah komersil, Saut menyarankan, sebaiknya jangan discrap tapi diremajakan, karena tingkat kebutuhannya yang tinggi bagi masyarakat
" Untuk wilayah pasar yang komersial perlu didorong melakukan peremajaan armadanya supaya lebih produktif," tegasnya.
Sebab kapal yang telah berumur berpotensi memiliki rasio waktu pemeliharaan kapal dibanding waktu operasi totalnya relatif tinggi.
Karena waktu operasinya cenderung dihabiskan untuk kegiatan pemeliharaan atau reparasi di galangan kapal atau selama operasi pelayaran. Rasio waktu operasi yg berkurang berdampak bagi berkurangnya frekuensi pelayaran serta total kapasitas angkut kapal per tahunnya dan ini berdampak pada layanan.
" Dampaknya besar, setidaknya layanan terhadap pengguna jasa menjadi tergerus. Karenanya substitusi armada dengan peremajaan akan lebih meningkatkan kinerja operasi (frekuensi dan luaran kapasitas angkut tahunan, annual carrying capacity) serta tingkat kehandalannya (laik-laut) pada aspek konstruksi, permesinan, peralatan dek, peralatan navigasi, dan peralatan bongkar-muat termasuk peralatan bongkar-muatnya. (Syam)