Sidang Sengketa Lahan UTA"45, Penasehat Hukum Sikapi Pledoi Terdakwa
Rabu, 03 Juli 2019, 19:55 WIBBisnisnews.id - Menanggapi pledoi terdakwa Tedja Widjaja dalam kasus dugaan penipuan lahan, penasihat hukum UTA 45 Dr Anton Sudanto SH MH menilai terlalu terlalu jauh dari kenyataan dalam transaksi bisnis.
"Tidak ada logikanya sama sekali kalau dalam transaksi bisnis bernilai puluhan miliar rupiah tapi tidak didukung kwitansi atau tanda terima pembayaran," tutur Anton Rabu (3/7/2019).
Dalam pledoinya, terdakwa menyebutkan bahwa dirinya telah melunasi semua kewajiban atas pembelian lahan kampus UTA 45.
“Pledoi terdakwa maupun tim penasihat hukum bukan saja tidak logis tetapi cenderung sebagai karangan bahkan halusinasi terdakwa,” ujar Anton menanggapi pledki terdakwa pada sidang lanjutan yang telah berlangsung pada Senin 1 Juli 2019 lalu di PN Jakarta Utara.
Kendati menghargai pembelaan terdakwa, Anton mengatakan, klien-nya, Ketua Dewan Pembina UTA 45 Rudyono Darsono agak “terjebak” dengan permainan terdakwa dan kawan-kawannya.
Anton menyebutkan, sebelum transaksi atas sebagian lahan UTA 45, misalnya, teman-teman terdakwa memperkenalkan terdakwa Tedja Widajaja sebagai konglomerat. Tedja Widjaja disebutkan memiliki uang cash sedikitnya Rp 100 miliar yang siap diinvestasikan.
Tertarik mendengar hal itu, maka disepakatilah pembelian sebagian lahan lokasi kampus UTA 45. Sebagian pembayaran dengan pembangunan delapan lantai gedung kampus UTA 45. Uang tunai dan sebidang tanah di perbatasan Depok, yang nilai keseluruhannya Rp 67 miliar lebih.
Cara pelunasan pembelian tanah kampus UTA 45 tersebut disepakati pula dengan sistim bank garansi. Namun bank garansi ini tidak pernah dibuat terdakwa.
Kata Anton, berkat tipu daya terdakwa
sebagaimana disebutkan dalam requisitor JPU Fedrik Adhar SH MH, terdakwa Tedja Widjaja bisa membuatkan lima akta jual beli (AJB) atas lahan milik Yayasan UTA 45. AJB ini kemudian diagunkan ke Bank Artha Graha.
Dengan uang hasil pinjaman inilah terdakwa melalui perusahaannya PT Graha Mahardika membangun gedung kampus UTA 45.
Bukan itu saja, sebagian lahan kampus UTA 45 yang telah beralih sesuai AJB dibangun rumah toko oleh terdakwa. Beberapa unit ruko itu dijual pula ke beberapa pengusaha. Namun akhirnya menjadi sumber persengketaan karena tidak bisa dibaliknama menjadi atas nama pemilik baru tersebut.
“Jadi, omong kosong kalau terdakwa maupun penasihat hukumnya mengklaim gedung kampus itu dibangun terdakwa sampai mengeluarkan anggaran Rp 36 miliar. Begitu pula pembayaran tunai Rp 6,44 miliar pun hanya di bibir terdakwa saja,” tutur Anton.
Terkait pledoi tersebut terdakwa yang dimintai pendapatnya oleh awak media usai persidangan tidak bersedia memberikan komentar. (Eni)